Jum'at, 17/05/2024 18:05 WIB

ICW Dorong Jokowi dan DPR Sahkan RUU Perampasan Aset

Selama 7 tahun menjabat kepala negara, Jokowi hanya menempatkan isu antikorupsi sebagai jargon belaka.

Presiden Joko Widodo

Jakarta, Jurnas.com - Indonesian Corruption Watch (ICW) mendorong Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan DPR untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana sebagai Undang-Undang.

Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana meminta Jokowi tak hanya mengumbar janji terkait pengesahan RUU Perampasan Aset. Sebab, selama 7 tahun menjabat kepala negara, Jokowi hanya menempatkan isu antikorupsi sebagai jargon belaka.

"ICW mendesak agar Presiden Joko Widodo tidak hanya lip service terkait rencana pengundangan RUU Perampasan Aset. Sebab, selama tujuh tahun menjadi Presiden, Bapak Joko Widodo lebih sering menempatkan isu antikorupsi hanya sebatas jargon, tanpa ada suatu tindakan konkret mendukungnya," kata Kurnia dalam keterangannya, Senin (20/12).

Dari sisi DPR, ICW menyatakan tak yakin jika proses legislasinya akan berjalan dengan lancar. Kurnia menilai, selama ini DPR jarang memprioritaskan UU yang memperkuat penegak hukum.

"Khususnya pemberantasan korupsi," kata Kurnia.

Kurnia mengatakan jika pengesahan RUU Perampasan Aset sangat penting, khususnya terhadap pemberantasan korupsi. Sebab perbedaan kerugian keuangan negara dengan uang pengganti yang telah dibayar masih sangat tinggi.

"Misalnya, dalam catatan ICW, kerugian keuangan negara tahun 2020 mencapai Rp 56 triliun, sedangkan uang penggantinya hanya Rp 19 triliun. Ini membuktikan bahwa pendekatan hukum pidana yang menggunakan pendekatan in personam belum terbukti ampuh untuk memulihkan kerugian keuangan negara," kata dia.

"Selain itu, RUU Perampasan Aset juga sejalan dengan Pasal 54 ayat (1) huruf c Konvensi PBB Melawan Korupsi (UNCAC)," tambahnya.

Kurnia menilai ada sejumlah manfaat yang didapat jika RUU Perampadan Aset disahkan. Pertama, kata dia, pembuktiannya lebih mudah karena berbeda dengan pembuktian yang dianut hukum pidana.

"RUU Perampasan Aset tidak lagi berbicara mengenai kesalahan individu atau membuktikan adanya niat jahat pelaku, dalam hal ini penuntut umum cukup menggunakan standar pembuktian formal," kata dia.

Di mana, jika ditemukan tindak pidana dengan adanya aset yang tercemar, maka penegak hukum dapat memproses hukum lebih lanjut dengan perampasan aset.

Kedua, RUU Perampasan Aset mengenal rezim pembuktian terbalik. Di mana, pemilik diminta untuk membuktikan bahwa asetnya tersebut tidak tercemar tindak pidana.

"Jika itu tidak bisa dilakukan, maka aset segera dirampas untuk negara," kata Kurnia.

Terakhir, RUU Perampasan Aset menjadi jawaban dari permasalahan banyaknya buronan korupsi saat ini. Jika ini diundangkan, kata Kurnia, maka penegak hukum dapat mengidentifikasi aset para buronan korupsi.

"Dan memproses hukum aset tersebut agar segera dirampas untuk negara," kata Kurnia.

KEYWORD :

RUU Perampasan Aset Jokowi ICW pengesahan undang-undang




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :