Jum'at, 17/05/2024 07:15 WIB

BPN Kuansing Diduga Terbitkan Izin Sawit Secara Ganjil

Hal itu diselisik KPK lewat pemeriksaan saksi yang diperiksa untuk kasus dugaan suap perpanjangan izin Hak Guna Usaha (HGU) sawit PT Adimulia Agrolestari.

Logo KPK

Jakarta, Jurnas.com - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga ada penerbitan rekomendasi izin hak guna usaha (HHU) sawit secara menyimpang oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) kepada PT Adimulia Agrolestari.

Hal itu diselisik KPK lewat pemeriksaan saksi yang diperiksa untuk kasus dugaan suap perpanjangan izin Hak Guna Usaha (HGU) sawit PT Adimulia Agrolestari di Kuansing, pada Selasa, (2/11) kemarin.

"Diklarifikasi terkait dugaan adanya pengurusan dan penerbitan salah satu rekomendasi izin oleh pihak BPN setempat yang tidak sebagaimana mestinya," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (3/11).

Adapun saksi yang diperiksa ialah Kepala Bidang Survei dan Pemetaan pada Kantor Wilayah Pertanahan Provinsi Riau, Dwi Handaka, dan Kasi Penetapan Hak dan Pendaftaran pada Kantah Kabupaten Kuantan Singingi, Ibrahim Dasuki.

Tak hanya itu, penyidik KPK juga mendalami soal aliran uang dugaan suap untuk Bupati nonaktif Kuansing, Andi Putra. Aliran uang itu didalami lewat saksi lainnya.

Mereka ialah ajudan Andi Putra, Hendri Kurniadi; Staf Bagian Umum Pemkab Kuansing, Andri Meiriki. Kemudian, Plt Kepala DPMPTSPTK, Mardiansyah; Asisten 1 Setda Kuansing, Muhjelan; Protokoler Setda Kuansing, Riko; serta tiga orang Sopir, Deli, Yuda, dan Sabri.

Lembaga Antirasuah menetapkan dua tersangka terkait OTT di Kuansing, Riau. Mereka ialah Bupati Kuansing Andi Putra dan General Manager PT Adimulia Agrolestari Sudarso.

Kasus ini dimulai saat Sudarso mencoba menghubungi Andi agar perizinan hak guna usaha lahan kebun sawit yang dikelola perusahaannya direstui di wilayahnya. Saat itu, izin hak guna usaha kebun sawit perusahaan milik Sudarso berakhir pada 2024.

Tak lama setelah permintaan itu, Sudarso dan Andi bertemu. Dalam pertemuannya, Andi menyebut perpanjangan hak guna usaha membutuhkan minimal Rp2 miliar.

KPK menduga pertemuan itu tidak hanya membahas perpanjangan hak guna usaha lahan sawit. Lembaga Antikorupsi menyebut Andi dan Sudarso menyepakati perjanjian lain dalam pertemuan itu.

Sudarso juga memberikan sejumlah uang secara bertahap ke Andi. Pertama, Rp500 juta pada September 2021, dan Rp200 juta pada 18 Oktober 2021.

Dalam kasus ini, Sudarso disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara itu, Andi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

KEYWORD :

Badan Pertanahan Nasional Suap HGU Sawit Kuantan Singingi KPK




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :