Sabtu, 20/04/2024 05:48 WIB

Edhy Prabowo Diduga Beli Wine Pakai Uang Suap Ekspor Lobster

Tim penyidik KPK menduga, uang hasil suap perizanan ekspor benur itu digunakan tersangka Edhy dan sekretaris pribadinya Amiril Mukminin untuk membeli minuman beralkohol jenis wine 

Edhy Prabowo, tersangka kasus dugaan suap perizinan ekspor benih lobster atau benur di Gedung KPk

Jakarta, Jurnas.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut aliran uang hasil suap pada perizanan ekspor benih lobster atau benur di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang digunakan tersangka mantan menteri KKP Edhy Prabowo.

Tim penyidik KPK menduga, uang hasil suap perizanan ekspor benur itu digunakan tersangka Edhy dan sekretaris pribadinya Amiril Mukminin untuk membeli minuman beralkohol jenis wine. Dugaan tersebut dikonfirmasi melalui seorang saksi bernama Ery Cahyaningrum.

"Ery Cahyaningrum (Karyawan Swasta) dikonfirmasi terkait kegiatan usaha saksi yang menjual produk minuman diantaranya jenis Wine yang diduga juga dibeli dan dikonsumsi oleh Tsk EP (Edhy Prabowo) dan Tsk AM (Amiril Mukminin), dimana sumber uangnya diduga dari pemberian pihak-pihak yang mengajukan ijin ekspor benur di KKP," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (27/1).

Selain memeriksa Ery, Penyidik KPK juga telah memeriksa saksi lainnya, seorang wiraswasta bernama Alayk Mubarrok. Dia dikonfirmasi terkait posisinya sebagai salah satu tenaga Ahli dari istri tersangka Edhy Prabowo, Iis Rosita Dewi.

Alayk diduga mengetahui aliran uang hasil suap yang diterima Edhy dan Amiril. Termasuk, uang yang diserahkan kepada Iis Rosita Dewi selaku Anggota Komisi V DPR RI.

KPK menduga Iis ikut terlibat dalam praktik kotor yang menjerat suaminya Edhy. Terlebih, dalam operasi tangkap tangan KPK, Edhy ditangkap di Bandara Soekarno Hatta bersama dengan istrinya Iis Rosita Dewi.

"(Alayk) diduga mengetahui aliran uang yang diterima oleh Tsk EP dan Tsk AM yang kemudian diduga ada penyerahan uang yang diterima oleh istri tsk EP melalui saksi ini," ucap Ali.

Ali mengatakan, hingga saat ini Tim Penyidik KPK masih melakukan proses penyidikan. Di mana, tidak menutup kemungkinan Lembaganya untuk mengumpulkan barang bukti baru untuk mengusut tindak pidana korupai yang lainnya.

"KPK dengan tegas mengingatkan kepada pihak-pihak yang dipanggil Tim Penyidik KPK untuk kooperatif dan memberikan keterangan secara  jujur dan terbuka terkait dengan perkara ini," katanya.

Selain itu, kata Ali, KPK juga mengingatkan ancaman pidana  di UU Tipikor ketentuan Pasal 21 dan Pasal 22 UU Tipikor yang memberikan sanksi tegas jika ada pihak-pihak yang sengaja merintangi proses penyidikan kasus ini.

Seperti diketahui, KPK telah menetapkan 7 orang sebagai tersangka pada 25 November 2020 lalu, dalam kasus dugaan rasuah penetapan izin ekspor benih lobster atau benur.

Enam orang yang diduga sebagai penerima suap, yakni, Menteri KKP non aktif Edhy Prabowo; Safri (SAF) selaku Stafsus Menteri KKP; Andreau Pribadi Misanta (APM) selaku Stafsus Menteri KKP; Siswadi (SWD) selaku Pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK); Ainul Faqih (AF) selaku Staf istri Menteri KKP; Amiril Mukminin selaku swasta (AM).

Sementara diduga sebagai pihak pemberi, KPK menetapkan Suharjito (SJT) selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP).

Edhy diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan "forwarder" dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp9,8 miliar.

Uang yang masuk ke rekening PT ACK yang saat ini jadi penyedia jasa kargo satu-satunya untuk ekspor benih lobster itu selanjutnya ditarik ke rekening pemegang PT ACK, yaitu Ahmad Bahtiar dan Amri senilai total Rp9,8 miliar.

Selanjutnya pada 5 November 2020, Ahmad Bahtiar mentransfer ke rekening staf istri Edhy bernama Ainul sebesar Rp3,4 miliar yang diperuntukkan bagi keperluan Edhy, istrinya Iis Rosyati Dewi, Safri, dan Andreau.

KEYWORD :

KPK Edhy Prabowo Menteri Kelautan dan Perikanan Iis Rosyita Ekspor Benur




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :