Sabtu, 27/04/2024 05:27 WIB

ICW Minta Dewas KPK Selidiki Dugaan Pelanggaran Kode Etik Firli di OTT UNJ

Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana mengatakan, permintaan tersebut setelah terungkapnya Firli Bahuri yang memerintah KPK untuk menangani adanya dugaan gratifikasi di UNJ 

Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean

Jakarta, Jurnas.com - Indonesian Corruption Watch (ICW) meminta Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menyelidiki dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Ketua KPK Firli Bahuri dalam sengkarut tangkap tangan (OTT) yang melibatkan pejabat Universitas Negeri Jakarta (UNJ).

Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana mengatakan, permintaan tersebut setelah terungkapnya Firli Bahuri yang memerintah KPK untuk menangani adanya dugaan gratifikasi di UNJ meski tidak ada penyelenggara negara.

"Menanggapi itu, semestinya Dewan Pengawas KPK dapat menindaklanjuti putusan tersebut dengan mengusut hal yang ke serius, termasuk memulai pemeriksaan atas dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Firli Bahuri," kata Kurnia kepada Wartawan, Senin (12/10).

Kurnia mengatakan ada dua pelanggaran yang dilakukan Firli Bahuri dalam OTT di UNJ. Yaitu, keputusan untuk mengambil alih penanganan perkara sebagaimana diperintahkan oleh Firli Bahuri tidak didahului dengan mekanisme gelar perkara.

Dimana, dalam konteks ini Firli sebagai Ketua KPK tidak mendengarkan paparan utuh dari Plt Direktur Pengaduan Masyarakat bahwa penanganan perkara tersebut tidak dapat ditindaklanjuti.

"Perintah untuk mengambil alih perkara dari Dumas ke Penindakan seharusnya tidak bisa diputuskan oleh satu orang Pimpinan saja dan mesti mengikuti prosedur yang ada di KPK, yakni membahas bersama Pimpinan lain dan unit terkait terlebih dahulu," ucap Kurnia.

Selain itu, Kurnia mengatakan bahwa kebijakan untuk melimpahkan perkara UNJ diduga dilakukan tanpa gelar perkara dan tanpa persetujuan Pimpinan KPK lainnya.

"Kuat dugaan dalam pelimpahan perkara ini tidak didahului gelar perkara/ekspose seluruh Pimpinan KPK, melainkan keputusan sepihak dari Firli Bahuri," kata Kurnia.

Padahal, lanjut Kurnia, Pasal 21 ayat (4) UU 19/2019 menyebutkan bahwa Pimpinan KPK bersifat kolektif kolegial.

Maka dari itu, Kurnia menilai, bahwa tindakan Firli berpotensi abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan.

"Berdasarkan penjelasan tersebut maka patut diduga Firli Bahuri telah melanggar kode etik KPK sebagaimana dijelaskan dalam Bagian Keadilan poin 7 Peraturan Dewan Pengawas Nomor 1 Tahun 2020 yang menyebutkan bahwa atasan bersikap tegas, rasional, dan transparan dalam pengambilan keputusan dengan pertimbangan yang objektif, berkeadilan, dan tidak memihak," kata Kurnia.

Selain itu, tindakan Firli juga diduga bertentangan dengan bagian profesionalisme poin 1 Peraturan Dewan Pengawas Nomor 1 Tahun 2020 yang berbunyi Pimpinan KPK bekerja sesuai prosedur operasional standar (SOP).

Penting diketahui, Dewas KPK telah melaksanakan putusan sidang etik terhadap Plt Direktur Pengaduan Masyarakat Aprizal terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) pejabat Universitas Negeri Jakarta (UNJ).

Dimana, dalam pembacaan putusan tersebut terungkap bahwa Firli Bahuri sempat meminta agar dugaan gratifikasi dari pejabat UNJ di ambil alih KPK meski tidak ada penyelenggara negara.

KEYWORD :

KPK ICW Dewas Kode Etik Firli Bahuri




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :