Rabu, 24/04/2024 17:54 WIB

Rahmad Handoyo Kritik Mahalnya Biaya Rapid Test

Pemerintah diminta untuk turun tangan terkait mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk rapid test. Bila perlu, menghapus biaya rapid test mandiri yang seringkali dikeluhkan masyarakat.

Anggota Komisi IX DPR, Rahmad Handoyo

Jakarta, Jurnas.com - Pemerintah diminta untuk turun tangan terkait mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk rapid test. Bila perlu, menghapus biaya rapid test mandiri yang seringkali dikeluhkan masyarakat.

"Banyak masyarakat yang mengeluhkan mahalnya rapid test. Atas keluhan ini, pemerintah seharusnya memikirkan solusi, bagaimana caranya agar rapid test mandiri bisa gratis," kata Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo kepada wartawan, Selasa (23/6).

Legislator asal Boyolali, Jawa Tengah ini menilai terlalu berat buat warga jika harus membayar Rp 300 ribu hingga Rp 500 ribu untuk biaya rapid test yang masa berlakunya hanya tiga hari itu. Karena mahalnya rapid test ini, Rahmad sering mendapat keluhan dari ratusan supir truk yang terpaksa menunda pekerjaannya kaarena tak sanggup bayar biaya rapid test.

"Kita tahu, hari ini  ratusan pengemudi truk yang mengangkut logistik menunda pengiriman barang karena tak mampu bayar biaya rapid test. Para sopir truk yang bekerja untuk kepentingan publik mestinya dibebaskan dari biaya rapid test," ujarnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Senin (22/6) ratusan sopir truk pengangkut logistik di Pelabuhan Pangkal Balam, Bangka Belitung menunda pengiriman barang karena terkendala biaya rapid test. Syarat untuk pengiriman barang, pengemudi harus rapid test terlebih dahulu.

Masih kata Rahmad, tingginya biaya rapid test juga banyak dikeluhkan para calon penumpang kereta api dan penumpang pesawat. Bahkan, banyak diantara mereka (calon penumpang) yang akhirnya terpaksa membatalkan perjalanan karena terbukti menggunakan surat keterangan rapid test yang sudah kadaluarsa.

"Kejadian-kejadian seperti ini kan membuktikan bahwa biaya rapid test itu terasa membebani. Kondisi ini harusnya jadi perhatian Pemerintah," Jelas Rahmad.

Rahmad mengatakan, sejauh ini, rapid test masih merupakan cara paling baik untuk melacak penyebaran Covid-19. Presiden Jokowi juga telah mematok target 20.000 rapid test sehari. Apalagi, katanya, saat ini banyak orang yang terpapar Covid-19 tanpa gejala (OTG), maka tak ada pilihan lain, rapid test harus secara terus menerus dilakukan.

"Nah, kalau banyak masyarakat yang enggan untuk  rapid test karena biaya yang mahal, tentu ini tidak baik bagi penanganan Covid-19," terangnya.

Rahmad mengakui, untuk rapid test itu sendiri memang membutuhkan dana, sehingga pihak rumah sakit, mau tidak mau harus mematok tarif.

"Di sinilah perlunya Pemerintah hadir. Pemerintah pun harus mengawasi, tidak boleh membiarkan rumah sakit melakukan `aji mumpung`, mematok tarif sesukanya," tegas Rahmad.

Terakhir, Legislator F-PDI Perjuangan itu berpendapat, jika melihat besarnya anggaran yang disiapkan untuk penanganan Covid-19 saat ini, yaitu sebesar Rp 667 triliun, tidak terlalu berat buat Pemerintah untuk menghapus biaya rapid test.

"Negara jangan takut rugi. Segera buat aturan atau regulasi agar rapid test gratis di seluruh Indonesia," tutupnya.

KEYWORD :

Warta DPR Komisi IX Covid-19




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :