Sabtu, 20/04/2024 12:48 WIB

Opini

Mengapa Banser-Ansor Menjaga Gereja?

Bagi Ansor menjaga gereja adalah menjaga Indonesia.

Banser Ansor menjaga Gereja Katolik di Madiun saat perayaan Natal. (IST)

Ruchman Basori*

Banyak pertanyaan diajukan kepada pengurus Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor, kenapa Barisan Ansor Serbaguna (Banser) menjaga gereja atau tempat ibadah agama lain? Sementara masjid milik umat Islam sendiri tidak dijaga. Pertanyaan itu kerap muncul utamanya saat natal dan tahun baru dan perayaan-perayaan hari besar agama-agama.

Banser-Ansor tidak latah dalam berpikir dan bersikap, termasuk melakukan pengamanan gereja, terutama saat natal dan tahun baru. Kendatipun kalangan “muslim kanan” selalu menggoreng bahkan membully tradisi ini yang sudah sejak tahun 90-an dilakukan oleh Banser. Pada perayaan natal tahun ini, Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor yang sekaligus sebagai Panglima Tertinggi Banser NU, Yaqut Cholil Qaumas mengerahkan 2,5 juta Banser di seluruh wilayah Indonesia, untuk mengamankan perayaan natal membantu aparat Kepolisian RI. Bagi Ansor menjaga gereja adalah menjaga Indonesia.

Para ulama dan kyai telah mengajarkan kepada kami, Gerakan Pemuda Ansor dan Banser tentang persaudaraan sesama umat Islam (ukhuwah Islamiyah), persaudaraan sebangsa dan setanah air (ukhuwah wathoniyah) dan persaudaraan antar manusia (ukhuwah basyariyah). Inilah yang dijadikan landasan teologis kenapa Banser menjaga gereja. Sebuah komitmen kebangsaan dan kemanusiaan yang telah dijaga hingga kini.

Kepeloporan Banser dalam perannya mengamankan rumah ibadah dan perayaan lintas agama dibuktikan dengan gugurnya Riyanto anggota Banser yang mengamankan gereja di Mojokerto 17 tahun silam. Riyanto menjadi pahlawan pluralisme, yang namanya akan dikenang dan menjadi sumber motivasi dan inspirasi Banser zaman now dalam cintanya terhadap Indonesia dalam membangun hubungan lintas agama.

Tulisan ini bukan bermaksud membahas dalil-dalil agama tentang kebolehan atau keharaman menjaga gereja, karena bagi Banser Ansor secara fiqih telah selesai, sebagaimana difatwakan oleh para ulama NU. Diberbagai media telah banyak dikisahkan bahwa KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) adalah tokoh yang pertama membuat tradisi Banser NU menjaga gereja. Perintah penjagaan gereja bermula saat ada kerusuhan dan pembakaran gereja di Situbondo, Jawa Timur pada pada 10 Oktober 1996. Saat itu Ketua Pengurus Wilayah Ansor Jawa Timur adalah Choirul Anam (Cak Anam). Dalam suatu pertemuan di tahun 1996-1997, salah seorang anggota Ansor Jawa Timur bertanya kepada Gus Dur, perihal bagaimana hukumnya seorang Muslim menjaga gereja. Gus Dur dengan cerdas menjawab ke rombongan Ansor itu. "Kamu niatkan jaga Indonesia bila kamu enggak mau jaga gereja. Sebab gereja itu ada di Indonesia, tanah air kita. Tidak boleh ada yang mengganggu tempat ibadah agama apapun di bumi Indonesia.”

Maulana Habib Luthfi bin Yahya dari Pekalongan tidak melarang Banser NU menjaga gereja, bahkan memerintahkannya. Lebih dari itu, Habib Luthfi di malam natal malah ikut berkeliling di depan gereja, duduk bersama polisi dan TNI untuk menjaga stabilitas nasional. Hal itu juga dilakukan saat beliau turun langsung ikut mengurai kemacetan musim mudik Idul Fitri. Sementara itu KH. Abdul Ghofur Maemoen (Gus Ghofur) kyai muda lulusan Al Azhar Kairo, putra KH Maimoen Zubair mengatakan, Banser akan tarik perintah jaga saat natalan, jika negeri ini sudah aman dari teror kelompok radikal. Tetapi sebaliknya, kalau teror terhadap gereja masih ada, maka Banser akan tetap menjaga gereja karena dalam fikih Islam itu sudah clear, sebagaimana dilansir situs NU Online dan juga muslimmoderat.net.

Komitmen Kebangsaan

Sikap organisasi Banser menjaga rumah ibadah agama lain adalah implementasi dari kecintaannya terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang terbentang dari Sabang sampai Merauke sebagai implementasi dari hubbul wathan minal iman. Komitmen kebangsaan yang diajarkan oleh Islam dan para ulama sejak dibangku Madrasah Diniyah hingga Pondok Pesantren. Bagaimana menjaga dan membuat NKRI dengan 245 juta penduduk ini, hidup rukun, aman dan damai. Jangan sampai ada warga negara tidak tenang dan nyaman dalam menjalankan keyakinan agamanya. Hakikatnya, yang dijaga adalah negeri ini, tempat dimana kita makan, minum, hidup, berjuang dan mengisi hidup dan kehidupan.

Menjaga kesepahaman, saling percaya (trust) dan keamanan, sebagai sebuah bangsa (nation state) amat sulit di negara besar dan sangat plural seperti Indonesia ini. Makanya kita harus saling merekatkan tangan dalam menciptakan NKRI sebagai rumah bersama. Karenanya Banser bersama Polri dan TNI ikut mengamankan rumah ibadah, perayaan-perayaan dan ritus-ritus keagamaan baik Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu.

Banser-Ansor mempunyai protap yang jelas, dalam melakukan pengamanan. Bertindak atas bimbingan para ulama, para kyai dan ustadz baik di jajaran formal Syuriyah maupun Tanfidziyyah NU, juga tidak lepas dari ulama dan kyai kultural di kampung-kampung. Umat agama lain yang ingin Banser terlibat pengamanan, mengajukan permohonan ke GP Ansor. Bahwa kemudian ternyata lebih banyak gereja yang diamankan, karena surat yang masuk lebih banyak dari saudara-saudara kita dari kalangan Kristen dan Katolik. Sementara saudara kita Muhammadiyah sudah mempunyai pasukan sendiri, apalagi FPI dan mereka tidak pernah mengajukan permohonan kepada Gerakan Pemuda Ansor.

Keterlibatan Banser-Ansor dalam pengamanan dan partisipasi kegiatan sosial keagamaan lainnya, bukan dalam dua tiga tahun ini saja, namun sudah puluhan tahun sejak sebelum organisasi keagamaan baru yang sering mengkafir-kafirkan saudara muslim itu berdiri. Bagi kami itu adalah tantangan dalam berbangsa dan bernegara, bagaimana beragama di tengah pluralitas. Santai saja saudaraku, keterlibatan Banser-Ansor dalam pengamanan rumah ibadah, tidak akan mengganggu anda, tetapi malah sebaliknya, anda akan lebih nyaman melihat bangsa ini hudup rukun dan merasa di rumahnya sendiri (at home). Coba lihat konflik di Timur Tengah yang berkepanjangan, apakah saudara-saudara kita di sana hidup tenang tidak terganggu dengan desingan peluru dan dentuman bom yang silih berganti?

Menjaga gereja bagi Banser dengan demikian harus dipahami sebagai panggilan nurani dari ajaran agama untuk melaksanakan tugas kebangsaan dan kemanusiaan. Karena inti dari beragama adalah cinta kasih (al-rahman dan al-rahim).

Membantu Polri

Ada yang bertanya, bukankah masalah pengamanan itu menjadi domain dan tugasnya Polri dan TNI? Ya betul sekali mas bro, ikhwan dan akhwat. Banser-Ansor hanya ikut membantu dan berpartisipasi sebagai bagian dari anak bangsa yang terpangil hati nuraninya. Kami akan selalu berkoordinasi, tidak akan melampaui kewenangan Polri dan TNI dalam perannya di lapangan.

Kalau kita lihat pada urusan pendidikan dan segala masalah yang melingkupinya itu juga menjadi domain pemerntah, utamanya Kemengterian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama dan Kementerian Risset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, namun NU, Muhammadiyah, Al Wasliyah, Nahdlatul Wathan, Hidayatullah, Al-Irsyad dan lain sebagainya, ikut berpartisipasi menguurusi pendidikan. Apakah tindakan ormas-ormas itu salah? lagi-lagi itu sifatnya membantu.

Urusan hajat hidup bangsa yang lain, seperti kesehatan dan kesejahteraan sosial juga domain menjadi domain pemerintah utamnya Kementerian Kesehatan dan Sosial, tetapi di Muhammadiyah ada Rumah Sakit Muhammadiyah, ada RS NU ada LKNU dan lain lain. Lihat juga peran Pamswakarsa, FPI, Kokam Pemuda Muhammadiyah sifatnya membantu pemerintah yang kerap mengalami kerepotan untuk menjamin warga negaranya sejahtera, aman nyaman dan damai. Terjamin dalam urusan pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan.

Kenapa juga ormas-ormas melakukan kegiatan peduli bencana? Bukankah sudah ada Kementerian Sosial dan Badan Nasional Penanggukangan Bencana (BNPB)? Ini adalah wujud civil society agar negara dan rakyat sama-sama membangun dan sinergi secara kuat. Kepedulian masyarakat termasuk organisasi kepemudaan semacam Ansor menjadi keharusan, tidak hanya meunjukan komitmen keagamaan, tetapi juga komitmen kemanusiaan.

Semoga tulisan ini menjadi pencerah terutama bagi siapa saja yang masih salah paham terhadap dikap Banser-Ansor menjaga gereja dan rumah-rumah ibadah agama lain. Sekaligus menjadi jawaban, walau tentu keputusan ada ditangan anda semua sebagai warga negara yang senantiasa berfikir jernih dan kritis atas fenomena sosial-kebangsaan yang akan selalu kita hadapi. Kedewasaan beragama dan berkebangsaan harus terus kita perjuangkan, walau kelompok-jelompok intoleran akan selalu menancapkan sayapnya ditengah kebhinekaan bangsa ini.

Mengakhiri tulisan ini, saya ingin mengutip pidato Maha Guru Ahlussunnah wal Jamaah, Pemimpin Tertinggi Al Azhar Mesir, Syaikh Ahmed Thayyeb, pada Muktamar al-Azhar Internasional untuk perdamaian di Kairo pada 28 April 2017: “Jika anda merasa takjub, maka takjublah kepada agama yang mendorong pemeluknya untuk berperang demi mengamankan pemeluk agama-agama lain, dan mengamankan tempat-tempat ibadah mereka”. Wallahu a’lam bi al-shawab.

*Ketua Bidang Kaderisasi Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor

KEYWORD :

Banser Ansor Gereja Natal




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :