Jum'at, 26/04/2024 05:07 WIB

Penghapusan Personal Guarantee Beri Kelonggaran Obligor BLBI

Masa Presiden Gus Dur dibuat

Rizal Ramli

Jakarta - Mantan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri, Rizal Ramli mengungkapkan, pemerintah era Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur sempat mengeluarkan kebijakan "Personal Guarantee". Kebijakan itu diambil agar para Obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) mengakui hutangnya.

Demikian disampaikan Rizal Ramli usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi kasus korupsi SKL BLBI, di gedung KPK, Jakarta, Selasa (2/5/2017). Menurut Rizal, "Personal Guarantee" sebagai upaya pemerintahan era Gus Dur mengejar para penerima kucuran Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang totalnya mencapai ratusan triliun rupiah saat krisis melanda Indonesia 1997-1998.

"Pada waktu itu kami minta supaya diberikan `personal guarantee`, karena sebelumnya tidak diminta, agar punya tanggung jawab sampai hutangnya selesai. Karena dengan memberikan `personal guarantee`, putra sampai cucu tanggung jawab kepada hutang tersebut," ucap Rizal.

Namun, pemerintahan selanjutnya yakni Presiden Megawati Soekarnoputri menghapuskan "personal guarantee".  Rizal sempat menyayangkan keputusan yang membuat kelonggaran terhadap penagihan utang para obligor BLBI.

"Tapi begitu pemerintah Gus Dur jatuh, Rizal Ramli tidak jadi Menko (Ekuin), pemerintah yang baru (Megawati Soekarnoputri) mengembalikan kembali personal guarantee," ungkap Rizal.

Semasa masih di kabinet, kata Rizal, pihaknya tidak memiliki rencana merekomendasikan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) untuk menerbitkan Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI dengan cuma-cuma. Menurut Rizal, obligor bisa mendapatkan SKL bilamana sudah melunasi hutangnya. "Kami waktu itu dalam pemerintahan Gus Dur, SKL dikeluarkan kalau memang sudah lunas, artinya aset-asetnya sudah diserahkan senilai besarnya BLBI yang diberikan," terang Rizal.

Karena itu, lanjut Rizal, wajar jika kemudian KPK mempertanyakan penerbitan SKL BLBI untuk Sjamsul Nursalim selaku pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI). Pasalnya, ada nominal Rp 3,7 triliun yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. 

SKL BLBI untuk BDNI itu sendiri tak luput dari dikeluarkannya Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002. Melalui Inpres itu, Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), lembaga yang ditugaskan mengejar utang obligor dan kemudian mengeluarkan Surat Keterangan Lunas. Salah satu SKL yang diterbitkan Ketua BPPN, Syafruddin Arsyad Temenggung pada 2004 adalah untuk Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI), milik taipan Sjamsul Nursalim.

SKL BLBI ke Sjamsul Nursalim itu ternyata disinyalir merugikan negara hingga Rp3,7 triliun oleh KPK. Sjamsul Nursalim baru melunasi Rp 1,1 triliun dari total utangnya sebesar Rp 4,8 triliun, yang harus diserahkan kepada BPPN. "Nah, yang jadi pertanyaan KPK, belum lunas kok sudah diberikan SKL? Ada masalah di situ. Kok bisa orang yang masih punya hutang sudah diberi SKL. Tapi persisnya KPK yang bisa menjawab," tandas Rizal Ramli.

KEYWORD :

KPK Rizal Ramli SKL BLBI




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :