Pemerintah tidak seharusnya memukul rata pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ) di seluruh daerah, mengingat jumlah kasus Covid-19 yang beragam.
Banyak daerah 3T yang gagal mengikuti pembelajaran jarak jauh (PJJ) sebab tidak memiliki fasilitas internet dan listrik.
Ini bukan kasus pertama. Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), sebelumnya banyak terjadi kasus intoleransi di satuan pendidikan, akibat peraturan yang cenderung melanggar kebebasan hak asasi manusia (HAM).
Di Kabupaten Dompu, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Pulau Hinterland, Batam di antaranya. Kedua daerah tersebut menggelar PTM mulai dari jenjang TK hingga SMP.
SKB yang diteken 3 Menteri tersebut, salah satunya mengatur tentang murid dan guru di sekolah negeri yang berhak memilih seragam yang dikenakan
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengapresiasi terbitnya Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri antara Mendikbud Nadiem Anwar Makarim, Mendagri Tito Karnavian, dan Menag Yaqut Cholil Qoumas, mengenai penggunaan seragam dan atribut keagamaan di sekolah negeri.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebut Surat Keputusan Bersama (SKB) Seragam akan berdampak pada siswa, jika sekolahnya melanggar regulasi anyar tersebut.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai implementasi Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Seragam dan Atribut Keagamaan sulit diawasi implementasinya saat ini, karena terganjal program pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Pasalnya dengan jumlah vaksin yang masih terbatas, ada banyak masyarakat yang belum divaksinasi, sehingga risiko penularan masih tetap tinggi.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menemukan sebanyak 633 siswa sekolah menengah pertama (SMP) di Kota Cimahi, Jawa Barat tidak memiliki gawai untuk pembelajaran jarak jauh (PJJ).