Reforma agraria sudah menjadi urgensi untuk menjamin kepastian hukum dalam status, kepemilikan dan hak-hak atas tanah, serta menyelesaikan berbagai persoalan sengketa tanah di lapangan.
Pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) telah menargetkan 7 juta bidang tanah agar dapat didaftarkan pada tahun ini.
Salah satunya dengan memobilisasi penghimpunan dana zakat, infak dan sedekah (ZIS) di lingkungan Kementerian ATR/BPN pusat hingga daerah.
Kalangan dewan meminta Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN) untuk mempertimbangkan kembali keputusan tentang penerapan sertifikat tanah elektronik.
Komisi II DPR RI dan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) sepakat menunda pemberlakuan Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik, dan segera melakukan evaluasi dan revisi terhadap ketentuan yang berpotensi menimbulkan permasalahan di masyarakat.
Kalangan dewan mengapresiasi Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sofyan Djalil yang menerima dan menyetujui desakan Komisi II DPR agar sertifikat elektronik ditunda pemberlakuannya.
Ketetapan MPR Nomor IX/MPR/2001 juga mengamanatkan adanya pengakuan dan penghormatan terhadap hak masyarakat hukum adat dan keragaman budaya bangsa atas sumber daya agraria.
Kinerja pegawai negeri sipil (PNS) Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional perlu diawasi. Sebab, selama ini kementerian itu penuh dengan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Komisi II DPR RI mengakui jika tugas yang diemban Menteri Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Negara (ATR/BPN) Sofyan Djalil sangat berat. Namun Presiden Joko Widodo tentu sudah mempertimbangkan banyak hal ketika menunjuk Sofyan Djalil menempati kursi Menteri ATR/BPN.
Dalam rapat yang digelar secara virtual itu, KPK bekerja sama dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) pada hari ini, Senin (5/7).