https://www.jurnas.com/images/img/conf-Jurnas_11.jpg
Beranda News Ekonomi Ototekno Gaya Hidup Hiburan Olahraga Humanika Warta MPR Kabar Desa Terkini

Pernah Minta Dilenyapkan, Kini Mursalim Jadi Pengusaha

Mutiul Alim | Sabtu, 28/01/2023 16:01 WIB

Di tengah musibah ini, Mursalim dan kakaknya diusir dari rumah tersebut karena sang pemilik tahu dia kusta. OYPMK Sulsel, Mursalim memberikan edukasi tentang kusta di satuan pendidikan (Foto: Ist)

Jakarta, Jurnas.com - Kusta meninggalkan pengalaman pahit bagi Mursalim, Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK) asal Makassar, Sulawesi Selatan. Dalam lembaran kisah hidupnya, kusta bukan hanya soal stigma, namun juga rasa getir harus berjuang seorang diri.

Saat dihubungi Jurnas.com pada Rabu (25/1) kemarin, Mursalim menceritakan awal mula mengalami kusta. Saat masih duduk di kelas 5 SD, dia menemukan bercak putih mirip panu di paha sebelah kanannya. Kendati sudah diberikan obat jamur, bercak tersebut anehnya kian membesar.

Gejala ini diabaikan Mursalim hingga beranjak ke bangku SMA. Dia memang sempat memeriksakan bercak tersebut ke puskesmas. Namun, menurut keterangan dokter yang bertugas saat itu, bercak tersebut bukan gejala kusta.

Baca juga :
Langkah yang Harus Dilakukan saat Menemukan Gejala Kusta

Berbekal vonis dokter inilah, Mursalim percaya diri berangkat ke Malaysia untuk mengadu nasib. Meski usianya masih belia, pria kelahiran 22 Desember 1971 ini nekat ke luar negeri, karena dirinya harus berjuang hidup sebatang kara.

 

Baca juga :
Subang Temukan 114 Kasus Baru Kusta sepanjang 2022

Singkat cerita, tak banyak waktu yang dihabiskan Mursalim bekerja di Negeri Jiran. Dia terpaksa kembali ke Indonesia, sebab bercak-bercak putih yang berawal di paha kanannya, semakin menyebar ke bagian tubuh yang lain.

"Ketika pulang lagi ke puskesmas tempat saya pernah periksa, saya langsung diterima oleh petugas kusta. Di situlah saya didiagnosa kusta, dan sudah tipe TL (istilah untuk kusta basah saat ini, Red). Saya diminta minum obat dua tahun," terang Mursalim.

Baca juga :
Terkendala Biaya, Pasien Kusta Subang Kubur Mimpi Berkuliah

Mursalim pun menyelesaikan pengobatan rutin yang diwajibkan oleh petugas puskesmas. Selagi berobat, dia juga mulai bekerja sebagai seorang guru di salah satu SMP di Sulawesi Tenggara, tempat kediaman sementara kakak kandungnya.

Namun, malang tak dapat ditolak. Setahun bekerja sebagai guru, Mursalim mengalami reaksi berat. Apesnya lagi, dia diberhentikan oleh sekolah tempatnya mengajar, karena ketahuan mengalami kusta. Dari sini, dia putuskan pulang kembali ke Makassar.

Mursalim sempat mencoba untuk kedua kalinya berangkat ke Malaysia sembari melanjutkan pengobatan yang sedang berjalan. Lagi-lagi, reaksi yang kian parah menghambatnya bergerak. Dia pun kembali lagi ke Indonesia.

"Di sana (Malaysia) kalau bukan warga negara, biayanya tinggi," ungkap dia.

Reaksi berat berupa kelumpuhan dialami Mursalim ketika kembali ke kediaman kakaknya di Sulawesi Tenggara. Di tengah musibah ini, dia dan kakaknya diusir dari rumah tersebut, setelah pemilik perusahaan tempat sang kakak bekerja tahu Mursalim mengalami kusta.

"Tengah malam, saya dikeluarkan dari rumah bos kakak saya, rumah tempat kakak bekerja, saya sudah lumpuh waktu itu. Saya ditandu ke luar cari rumah. Sampai jam 12 malam, kakak kandung saya keliling di kampung tidak ada yang mau terima karena orang kusta," kata dia.

"Akhirnya kakak saya duduk, saya bilang, ke mana lagi kita ini? Kalau tidak ada yang mau terima, saya rela dilarung ke laut," imbuh Mursalim. Suaranya terdengar parau dari seberang telepon saat mengingat kejadian itu.

Beruntung, di saat Mursalim dan kakaknya nyaris putus asa, tiba-tiba muncul seorang pria tua yang bersedia menampung keduanya. Pria itu pula yang merawat Mursalim hingga lima bulan ke depan.

"Saya dirawat, bisa duduk, tapi waktu itu masih tidak bisa jalan. Karena lutut dan paha hampir rapat," tutur dia.

Lima bulan kemudian, Mursalim memutuskan kembali ke Makassar untuk mendapatkan perawatan di Rumah Sakit Kusta setempat. Selama 11 bulan di sana, kondisinya kian membaik dan perlahan-lahan dia bisa berjalan lagi, setelah melalui serangkaian terapi dan operasi rekonstruksi.

Pasca keluar dari rumah sakit, masalah baru menghampirinya. Mursalim kini betul-betul sebatang kara karena kakaknya memilih merantau ke Jambi setelah ada tawaran pekerjaan sebagai dosen. Masa-masa ini juga menjadi bagian paling getir dalam hidupnya.

Untuk menyambung hidup, Mursalim menjadi pemulung sekaligus tukang parkir. Dan, sebab tidak memiliki rumah untuk tinggal, setiap malam dia tidur di emperan toko agar tubuhnya bisa beristirahat sejenak. Dia berusaha menjalani kedua pekerjaan tersebut dengan hati yang ikhlas.

Dari hasil memulung dan tukang parkir, satu tahun kemudian, Mursalim berhasil mengumpulkan uang untuk membeli sebuah becak. Dari sinilah kehidupan Mursalim berubah, mulai dari akhirnya bisa membeli rumah petak ukuran 2x6 meter, berumah tangga, hingga membangun rumah permanen beberapa tahun setelahnya.

"Sekarang saya sudah bisa buka warnet (warung internet). Itu saya bangun sendiri lho, tidak pakai tukang," tambah Mursalim.

Mursalim yang merasakan betul pahitnya pengalaman hidup, tak ingin para pasien kusta maupun OYPMK lainnya mengalami hal yang pernah dia rasakan. Inilah alasan Mursalim sejak 2007 lalu berkecimpung dalam sejumlah organisasi kusta, mulai dari prganisasi Permata (Perhimpunan Mandiri Kusta) Sulawesi Selatan hingga Persatuan Kusta Perjuangan Sulawesi Selatan (PKPSS).

Bagi dia, motivasi dan dukungan kepada pasien kusta sangat dibutuhkan untuk mencegah terjadinya depresi. Dia juga memegang teguh prinsip bahwa setiap OYPMK layak mendapatkan kesempatan yang sama dengan masyarakat pada umumnya.

"Sejak 2019 kami bekerja sama dengan NLR Indonesia untuk sosialisasi ke perusahaan formal terkait pasien kusta yang sedang mengalami pengobatan, termasuk juga lowongan kerja. Bahwa mereka yang sudah berobat bisa sambil bekerja. Kalau tidak reaksi tidak apa-apa," tutup kakek lima orang cucu ini.

Dilansir dari laman NLR Indonesia, kusta merupakan penyakit kulit menular yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium leprae. Kendati menular, kusta hanya akan menular jika terjadi kontak langsung dan berulang-ulang dalam waktu lama. Dan kusta tidak akan menular jika Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK) sudah menjalani pengobatan.

"Kusta tidak dapat menular jika seseorang hanya bersentuhan sekali atau dua kali dengan pasien kusta," demikian bunyi keterangan tersebut.

Adapun pengobatan MDT (multi-drug-therapy) disediakan oleh pemerintah secara gratis dan tersedia di seluruh puskesmas, dengan durasi pengobatan enam hingga 12 bulan. OYPMK yang telah meminum dosis pertama MDT tidak lagi memiliki daya tular.

Diketahui, NLR Indonesia merupakan organisasi nirlaba di bidang penanggulangan kusta dan konsekuensinya, termasuk mendorong pemenuhan hak anak dan kaum muda penyandang disabilitas akibat kusta dan disabilitas lainnya. Saat ini NLR Indonesia telah melakukan kemitraan strategis dengan berbagai pihak di 12 provinsi.

(Mutiul Alim)
KEYWORD :

Kusta OYMPK Mursalim Kisah Inspiratif Stigma