Jum'at, 19/04/2024 14:54 WIB

Korupsi Edhy Prabowo, KPK Akan Jerat Pihak yang Halangi Penyidikan Kasus

KPK tak segan jerat pihak yang sengaja menghalangi penyidikan kasus ini dengan Pasal 21 UU Tindak Pidana Korupsi

Tersangka kasus dugaan suap perizinan ekspor benih lobster Edhy Prabowo

Jakarta, Jurnas.com -  Komisi Pemberantasan Korupsi mengultimatum para pihak untuk tidak mencoba menghalangi penyidikan kasus dugaan suap izin ekspor benih bening lobster atau benur yang menjerat mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.

Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri mengatakan, lembaganya tak segan menjerat para pihak yang sengaja menghalangi penyidikan kasus ini dengan Pasal 21 UU Tindak Pidana Korupsi.

"Kami mengingatkan pihak-pihak yang dengan sengaja merintangi penyidikan perkara ini, KPK tidak segan untuk menerapkan ketentuan Pasal 21 UU Tipikor," tegas Ali Fikri dalam keterangannya, Sabtu (6/3).

Selain itu, KPK juga mengultimatum para saksi untuk koperatif dengan memenuhi panggilan pemeriksaan penyidik. Ultimatum ini disampaikan lantaran dari 12 saksi yang dijadwalkan diperiksa pada Jumat (5/3) kemarin, sebanyak tujuh saksi mangkir atau tak hadir tanpa keterangan apapun kepada penyidik.

Ketujuh saksi yang mangkir itu salah satunya Iis Rosita Dewi, anggota Komisi V DPR dari Fraksi Gerindra yang juga istri Edhy Prabowo. Saksi lainnya, yakni M Ridho (karyawan swasta), M Sadik (pensiunan PNS); Siti Maryam (mahasiswi), Randy Bagas Prasetya (staf hukum operasional BCA), Lies Herminingsih (notaris), dan Ade Mulyana Saleh (wiraswasta).

"KPK mengimbau dan mengingatkan dengan tegas kepada pihak-pihak yang telah dipanggil secara patut menurut hukum untuk kooperatif hadir memenuhi panggilan tersebut," katanya.

Dalam kesempatan ini, KPK juga mengimbau siapapun yang mengetahui aset milik Edhy Prabowo dan tersangka lainnya untuk menyampaikannya kepada KPK.

"KPK juga mengimbau kepada pihak-pihak yang diduga mengetahui adanya aset-aset milik Tersangka EP (Edhy Prabowo) dan kawan-kawan untuk kooperatif segera menyampaikan pada KPK," katanya.

KPK diketahui sedang mempertajam bukti adanya pencucian uang yang dilakukan para tersangka dari hasil suap tersebut. Diduga uang suap yang diterima Edhy Prabowo dan tersangka lainnya telah berubah bentuk menjadi aset atau dipergunakan untuk kepentingan pribadi lainnya.

Komisi Antirasuah pun membuka peluang menjerat pelaku korupsi dalam kasus ini dengan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU). Peluang menjerat dengan pasal pencucian uang beberapa kali diamini KPK

"Pada prinsipnya TPPU akan diterapkan apabila memang ada bukti permulaan yang cukup dugaan terjadi perubahan bentuk dari hasil tindak pidana korupsi kepada aset-aset bernilai ekonomis sprti properti, kendaraan, surat berharga dan lain-lain," kata Ali beberapa waktu lalu.

Sejauh ini, KPK baru menetapkan tujuh tersangka kasus dugaan suap terkait perizinan ekspor benih lobster. Ketujuh tersangka itu yakni, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo (EP); Stafsus Menteri Kelautan dan Perikanan, Safri (SAF) dan Andreau Misanta Pribadi (AMP).

Kemudian, Pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK), Siswadi (SWD); Staf Istri Menteri Kelautan dan Perikanan, Ainul Faqih (AF); dan pihak swasta Amiril Mukminin (AM). Sementara satu tersangka pemberi suap yakni, Direktur PT DPP, Suharjito (SJT).

Edhy bersama Safri, Andreau Pribadi Misanta, Siswadi, Ainul Faqih, dan Amril Mukminin diduga menerima suap sebesar Rp 10,2 miliar dan USD 100 ribu dari Suharjito. Suap tersebut diberikan agar Edhy memberikan izin kepada PT Dua Putra Perkasa Pratama untuk menerima izin sebagai eksportir benur.

KEYWORD :

KPK Edhy Prabowo Menteri Kelautan dan Perikanan Iis Rosyita Ekspor Benur




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :