Jum'at, 26/04/2024 00:04 WIB

MAKI Laporkan Penyimpangan Pajak oleh Perusahaan Rp1,7 Triliun ke KPK

Boyamin mengklaim, data penyimpangan pajak Rp1,7 Triliun itu terjadi pada 2017 hingga 2018.

Boyamin Saiman saat menyerahkan uang 100.000 dolar Singapura ke KPK

Jakarta, Jurnas.com - Masyarakat Anti Korupsi Indinesia (MAKI) melaporkan adanya penyimpangan pajak senilai Rp1,7 Triliun  ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penyimpangan pajak itu diduga berkaitan dengan dugaan suap terkait penurunan nilai pajak terhadap wajib pajak di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

"Saya datang ke KPK hendak melaporkan proses yang diduga terkait dengan inisial AP yang saat ini dicekal oleh KPK, yang saat ini diduga menerima suap berkaitan dengan pengurusan pajak dengan wajib pajak," kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman di Gedung KPK, Jumat (5/3).

Pelaporan itu lantaran Boyamin mengantongi data terkait pihak-pihak yang diduga terlibat dalam kasus yang sedang diusut KPK. Boyamin mengklaim, data penyimpangan pajak Rp1,7 Triliun itu terjadi pada 2017 hingga 2018.

"Sekira-kira tahun 2017-2018, dimana ada perusahaan besar yang menunggak pajak 1,7 Triliun dan kemudian nampaknya tidak kooperatif sampe pada posisi tertentu Mentri Keuangan (Sri Mulyan) menerbitkan izin untuk disandera untuk 3 orang," katanya.

Dalam di keterangan tertulisnya, Boyamin juga membeberkan kronologi dugaan penyimpangan pajak Rp1,7 Triliun oleh perusahaan yang dilaporka ke KPK :

1. Bahwa berdasar surat Menteri Keuangan RI pada tanggal 19 Juni 2019 Nomor SR-383/MK.03/2017 telah meberikan ijin melakukan penyanderaan terhadap DS, AT, dan WW selaku Komisaris dan Direksi PT. Industri Pulp Lestari dikarenakan menunggak pembayaran pajak sebesar Rp. 1,7 Trilyun;

2. Bahwa atas dasar surat ijin Penyanderaan dari Menkeu tersebut, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Pluit telah melakukan Penyanderaan terhadap DS yang dititipkan di Lapas kelas II A Salemba dengan dibuatkan Berita Acara Penyanderaan yang ditanda tangani oleh Jurusita Pajak Erwin Mahardika Kusuma dan Tomson Sinurat sebagaimana tertuang berita Acara Penyanderaan Nomor : BA-11/WPJ.21/KP.07/2017.

3. Bahwa pada tanggal 24 Januari 2018, DS telah dilepaskan dari Penyanderaan di Lapas klas II A Salemba berdasar Surat  Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Pluit Nomor : S-3418/WPJ.21/KP.07/2018 tertanggal 24 Januari 2018 yang ditandatangani oleh Kepala Kantor Eko Budihartono dengan alasan Penanggung Pajak dilepas berdasar pertimbangan tertentu dari Menkeu.

4. Bahwa DS berupaya lepas dari penyanderaan dengan cara membayar Rp.  15 M pada tanggal 20 desember 2017, atau satu minggu setelah di sandera (gijzeling)  dan membuat surat pernyataan yang menyatakan bahwa dia membayar dengan seluruh harta kekayaanya sesuai dengan nilai di SPT Pribadi .  Berdasar Peraturan Dirjen Pajak nomor PER/03/PJ/2018 tertanggal 23 januari 2018 ,DS pada tanggal 24 Januari 2018 dilepas dari sandera;

5. Bahwa DS sebagai Komisaris Utama yang tidak memiliki saham sama sekali namun justru yang di sandera (gijzeling), sedangkan Direktur Utama dan Direktur lainnya yang sama-sama mendapat izin di sandera/gijzeling tidak dilakukan  sandera.

6. Bahwa selain itu terdapat fakta DS  masuk Lapas Salemba tanggal  13 Desember 2017, membayar Rp. 15 M pada tanggal  20 desember 2017, kemudian diduga dibantarkan di Rumah Sakit AW pada tanggal 22 Desember 2017 hingga sampai tanggal 24 januari 2018 kembali ke lapas Salemba hanya untuk tanda tangan dan ambil barang-barangnya untuk pulang rumah.

7. Bahwa DS dilepasakan pada tanggal 24 Januari 2018, sehari sejak terbitnya Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER/03/PJ/2018 pada tanggal 23 januari 2018, hal ini nampak tidak wajar apabila dibandingkan dengan  syarat-syarat untuk pembebasan sandera pajak dengan pertimbangan Menkeu adalah dibutuhkan waktu 39 hari dengan tahapan-tahapan sebagai berikut :
-  menyerahkan harta kekayaannya atau membayar sejumlah uang.
-  KKP Pratama  membuat surat rekomendasi pembebasan sandera ke kanwil Pajak.
-  Kanwil Pajak berkirim surat ke Direktur  Pemeriksaan dan Penagihan .
-  Direktur Pemeriksaan dan Penagihan berkirim surat ke Dirjen pajak.
-  Dirjen Pajak berkirim surat ke Menteri.
-  Menteri membuat Disposisi ke Sekjen Kemenkeu.
- Sekjen Kemenkeu meneruskan ke Biro hukum, Kepala bagian pajak dan pabean, Kepala Sub Bagian Pajak untuk dibbuatkan konsep surat Pelepasan Sandera.
- Setelah mendapat surat Pelepasan Sandera dari Kemenkeu maka selanjutnya Tersandera dilepaskan dari tempat penitipan ( lapas / rutan ).
-  Untuk memenuhi semua proses tersebut secara normal diperlukan waktu 39 hari kerja.

Boyamin mengatakan, hingga saat ini tagihan pajak senilai Rp. 1,7 Trilyun dari PT. Industri Pulp Lestari diduga belum tertagih sepenuhnya atau diduga baru terbayar Rp. 15 Milyar oleh Dedy Sutanto. Atas tidak terbayarnya kewajiban pajak tersebut diduga tidak dilakukan penyanderaan terhadap  AT dan WW sehingga patut diduga telah terjadi tindak pidana korupsi atas peristiwa tersebut.

Di mana, semua proses dugaan penyimpangan penagihan pajak Rp. 1,7 T tersebut diduga terkait dengan AP yang saat itu diduga menduduki jabatan eselon II setingkat  Direktur pada Ditjen Pajak dan  AP saat ini dicekal KPK terkait dugaan penerimaan suap puluhan milyar dari wajib pajak.

"MAKI meminta KPK untuk melakukan pengembangan Penyelidikan dugaan Korupsi atas dugaan penyimpangan penagihan pajak Rp. 1,7 T tersebut  dikarenakan saat ini tidak terlacak keberadaan PT Industri Pulp Lestari namun diduga WW mantan Dirutnya telah mendirikan perusahaan baru," tutupnya.

KEYWORD :

KPK MAKI Penyimpangan pajak Boyamin Saiman PT. Industri Pulp Lestari




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :