Kamis, 18/04/2024 19:14 WIB

Sekum PWI Bantah Singgung Pidana Halangi Wartawan Terkait Pemberitaan BPA Galon Guna Ulang

 dalam kode etik jurnalistik, wartawan sama sekali tidak diperkenankan memasukkan opini pribadi dalam pemberitaan

Ilustrasi galon sekali pakai (foto: liputan6)

Jakarta, Jurnas.com - Sekretaris Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) DKI Jaya, Kesit Budi Handoyo, membantah mengatakan adanya sanksi pidana terhadap pihak-pihak yang menghalangi kerja wartawan yang dikait-kaitkan dengan pemberitaan bahaya Bisfenol A (BPA) dari galon guna ulang berbahan Polycarbonat (PC). Dia menegaskan PWI sama sekali tidak ada hubungannya dengan hal itu.

“Waktu itu wartawan yang mengatasnamakan dari Perkumpulan Jurnalis Peduli Kesehatan dan Lingkungan (JPKL) tanya ke saya sambil jalan, bagaimana kalau ada pihak-pihak yang menghalangi tugas jurnialis. Ya saya jawab bisa dipidana sesuai Undang-Undang. Kemudian ditanya lagi apakah kalau misalnya melarang orang membuat rilis atau mengedarkan rilis itu menghalangi? Saya jawab, ya itu tinggal dipilah saja oleh medianya, menghalangi atau tidak. Kan kalau orang mengirim rilis boleh-boleh saja. Perkara mau dimuat atau tidak itu kan kebijakan dari redaksi masing-masing,” ujar Kesit dikutip dari media massa

Tapi, di menegaskan lain halnya jika kalau tiba-tiba di lapangan si wartawan mau tugas dan dihalang-halangi, itu jelas pelanggaran dan tidak boleh.

“Jadi kemarin pertanyaan ke saya itu tidak ada urusannya dengan masalah bahaya BPA galon guna ulang sama sekali. Jawaban saya itu sama sekali tidak terkait dengan itu. Jadi itu dua hal yang terpisah, tidak ada hubungannya sama sekali dengan pertanyaan yang diajukan ke saya,” tukasnya.

“Mereka kan nanya sambil jalan. Jadi sebenarnya yang urusan galon BPA begini bukan urusan kita juga. Saya ditanya sebagai organisasi profesi, tapi kita tidak membahas soal BPA-nya. Kita bicara normatifnya saja,” tuturnya.

Sebelumnya diberitakan Kesit menyebutkan menghalangi kerja jurnalistik sangat bisa dipidanakan. Karena telah masuk area mengintervensi, mengancam bahkan menghalangi kerja jurnalistik yang secara hukum dilindungi UU Pers No. 40 tahun 1999.

Disebutkan Kesit menyampaikan hal itu menyikapi oknum Aspadin yang diduga menelpon beberapa Pemred media online supaya tidak memuat rilis yang dikirim oleh JPKL terkait berita bahaya BPA di dalam galon guna ulang bagi bayi, balita dan janin pada ibu hamil.

Terkait rilis JPKL, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sudah membantah apa yang disampaikan Ketua JPKL Roso Daras. Melalui laman resminya, BPOM memastikan kepada masyarakat bahwa air minum dalam kemasan (AMDK) galon guna ulang yang beredar hingga kini aman untuk dikonsumsi. Dijelaskan, berdasarkan hasil pengawasan BPOM terhadap kemasan galon AMDK yang terbuat dari Polikarbonat (PC) selama lima tahun terakhir, menunjukkan bahwa migrasi BPA di bawah 0.01 bpj (10 mikrogram/kg) atau masih dalam batas aman.

BPOM juga menyatakan bahwa kajian Otoritas Keamanan Pangan Eropa (EFSA) menyatakan belum ada risiko bahaya kesehatan terkait BPA karena data paparan BPA terlalu rendah untuk menimbulkan bahaya kesehatan. Beberapa penelitian internasional juga menunjukkan penggunaan kemasan PC termasuk galon AMDK secara berulang tidak meningkatkan migrasi BPA.

Sekretaris Dewan Pers, Rita, mengatakan dalam kode etik jurnalistik, wartawan sama sekali tidak diperkenankan memasukkan opini pribadi dalam pemberitaan. Karena berita itu harus berdasar fakta. Opini sebaiknya disampaikan oleh narasumber yang kompeten dan kredibel.

Tapi, katanya, kalau bentuknya opini atau artikel untuk kolom atau rubrik opini dalam surat kabar atau majalah, dan itu bukan berita atau laporan atas suatu peristiwa, siapapun boleh membuatnya sesuai dengan kompetensi atau kapasitas kepakarannya. “Dokter misalnya, bisa menulis artikel opini tentang kesehatan, pengacara atau pakar hukum menulis masalah hukum. Wartawan menulis soal jurnalistik,” tuturnya.

Menurut Rita, wartawan yang biasa meliput masalah ekonomi, itu bisa menulis ekonomi, begitu juga yang biasa meliput olahraga bisa menulis opini tentang olahraga, dan sebagainya. Yang penting, kata Rita, wartawan tersebut punya pengetahuan yang memadai dan berdasar pengalaman serta referensi buku atau sumber ilmiah.

“Tetapi, kalau menulis berita, untuk menjadi narasumber berita, dia harus punya kompetensi atau kapasitas kepakaran/pengetahuan/pengalaman,” kata Rita.

KEYWORD :

Sekum PWI Galon Guna Ulang




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :