Jum'at, 19/04/2024 02:41 WIB

HNW Pertanyakan Hasil Investigasi Komnas HAM Terkait Tewasnya Enam Laskar FPI

Padahal, kata HNW, Komnas HAM sendiri menyebutkan bahwa pembunuhan 4 laskar FPI  adalah unlawful killing.

Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid (HNW). (Foto: MPR)

Jakarta, Jurnas.com - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW), mengkritisi rekomendasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terhadap tewasnya 6 laskar FPI pengawal Habib Rizieq Syihab. Dalam rekening mendasinya, Komnas HAM menyatakan, pembunuhan sejumlah laskar Front Pembela Islam (FPI) hanya sebagai ‘pelanggaran HAM’. Dan tidak dinyatakan sebagai “pelanggaran HAM berat’.

Padahal, kata HNW, Komnas HAM sendiri menyebutkan bahwa pembunuhan 4 laskar FPI  adalah unlawful killing. “Itu jelas termasuk sebagai tindakan extra judicial killing yang disebut oleh UU HAM sebagai salah satu bentuk pelanggaran HAM berat,” tutur Hidayat Nur Wahid melalui siaran pers di Jakarta, Sabtu (9/1/2021).

HNW pun mengutip ketentuan Penjelasan Pasal 104 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, bunyinya, “Yang dimaksud dengan `pelanggaran hak asasi manusia yang berat` adalah pembunuhan massal (genocide), pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan (arbitry/extra judicial killing), penyiksaan, penghilangan orang secara paksa, pembudakan, atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis (systematic discrimination).”

Maka, wajar saja bila beberapa NGO seperti IPW, Amnesti Internasional, YLBHI dan Kontras, juga menyimpulkan bahwa penembakan mati terhadap laskar FPI pengawal HRS termasuk extra judicial killing, masuk kategori pembunuhan HAM berat.

Diharapkan, dengan status pelanggaran HAM berat, maka pengusutannya akan lebih serius, dan aturan hukum soal pelanggaran HAM lebih bisa ditegakkan di Indonesia. Karena Indonesia adalah Negara Hukum dan Demokrasi, mempunyai UUD yang mementingkan perlindungan dan pelaksanaan HAM.

HNW menjelaskan, apabila kasus ini dinyatakan pelanggaran HAM Berat, maka sesuai dengan mekanisme dalam UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, penyelidikan Komnas HAM tersebut bisa langsung diteruskan ke Jaksa Agung untuk segera dilakukan penyidikan lebih lanjut.

“Mekanisme ini lebih adil, karena tidak melibatkan institusi yang anggotanya diduga melanggar HAM dalam kasus ini, yaitu kepolisian” ujarnya.

Menurut HNW, sebaiknya Komnas HAM menjelaskan apakah pembunuhan laskar FPI yang masuk  kategori pelanggaran HAM juga sekaligus Kejahatan terhadap Kemanusiaan.

Sebab bila merujuk kepada Pasal 9 huruf a dan huruf f UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, maka patut diduga telah terjadi peristiwa pembunuhan dan penyiksaan yang dilakukan secara sistemik, terhadap 6 laskar FPI itu. 

“Penembakan mati itu dilakukan setelah penguntitan yang dilakukan oleh aparat dan bukan aparat. Selain itu, ada pula fakta yang terungkap bahwa saksi yang merekam dalam HP diminta oleh Polisi untuk menghapus rekaman tersebut. Ini menunjukan adanya indikasi bahwa peristiwa itu bukan penyiksaan dan pembunuhan biasa,” ujarnya.

Bila merujuk kepada Penjelasan Pasal 9 huruf f, yang dimaksud dengan ‘penyiksaan’ adalah adanya tindakan yang dengan sengaja dan melawan hukum menimbulkan kesakitan atau penderitaan yang berat, baik fisik maupun mental, terhadap seorang tahanan atau seseorang yang berada di bawah pengawasan.

“Korban 4 orang itu, sebagaimana kesimpulan Komnas HAM, berada dalam posisi di bawah pengawasan pihak Kepolisian,” ujarnya.  

HNW menambahkan, meski tidak menyatakan kasus ini sebagai pelanggaran HAM berat, sekalipun prasyaratnya sudah terpenuhi, Komnas HAM tetap perlu terus memantau dengan serius proses pelaksanaan hasil rekomendasinya ini, agar benar-benar dijalankan secara transparan, profesional dan kredibel.

Jika hal itu tidak dilakukan, maka sudah sepatutnya Komnas HAM menyetujui pembentukan TGPF Independen untuk membantu Komnas HAM, agar legitimasinya lebih kuat dalam melakukan penyelidikan ulang, dan kemudian menyerahkan hasil penyelidikannnya itu ke Jaksa Agung, sesuai dengan mekanisme di UU Pengadilan HAM.

“Jika kasus ini tidak diusut secara tuntas, maka akan menyisakan ketidakpercayaan publik terhadap lembaga-lembaga negara penegak hukum dan HAM. Apalagi terdapat  fakta yang disebutkan Komnas HAM   adanya perintah pada para saksi untuk menghilangkan rekaman dan pengambilan CCTV oleh Polisi.   Patut diduga ada usaha menghilangkan petunjuk-petunjuk otentik  ‘serangan yang sistemik’ kepada para korban (6 laskar FPI), yang menjadi salah satu syarat terjadinya ‘kejahatan terhadap kemanusian’ dalam konteks pembunuhan dan penyiksaan yang merupakan salah satu jenis pelanggaran HAM berat,” pungkasnya.

KEYWORD :

Kinerja MPR Hidayat Nur Wahid Komnas HAM FPI Pelanggaran




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :