Kamis, 25/04/2024 22:45 WIB

Pengamat: Israel Kontrol AS melalui Media dan Uang

Kejadian ini tak lama setelah sebuah video peringatan baru-baru ini dirilis Biro Investigasi Federal (FBI) yang menyatakan bahwa Rusia, China, dan Iran mempengaruhi proses pemilihan AS.

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump bersama Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu (Foto: Ist)

Washington, Jurnas.com - Israel mengendalikan proses pemilihan Amerika Serikat (AS) melalui uang dan media, mengendalikan ekonomi AS melalui Sistem Cadangan Federal, mengontrol media arus utama AS melalui perusahaan besar. Demikian kata penulis dan pengamat politik AS, Walt Peretto saat melakukan wawancara dengan Press TV, Jumat (29/11).

Pernyataan itu disampaikan setelah China mengatakan, AS "menyembunyikan niat jahat" dalam menandatangani dua undang-undang yang mendukung protes antipemerintah di Hong Kong, wilayah China semiotonomi.

Peretto mengatakan, Tiongkok bereaksi terhadap Rancangan Undang-Undang yang ditandatangani Presiden AS, Donald Trump dengan mengajukan protes kepada Duta Besar AS. RUU itu disebut Undang-Undang Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong.

Kejadian ini tak lama setelah sebuah video peringatan baru-baru ini dirilis Biro Investigasi Federal (FBI) yang menyatakan bahwa Rusia, China, dan Iran mempengaruhi proses pemilihan AS.

Peretto mengungkapkan bahwa Israel mengendalikan proses pemilihan AS melalui uang dan media, mengendalikan ekonomi AS melalui FED, mengendalikan media arus utama AS melalui 6 perusahaan, mengontrol Kongres, mengontrol Presiden melalui penasihat warga ganda, dan memajukan satu sosialisme dunia melalui George Soros.

"Langkah pemerintahan Trump ini kedengaran bagus bagi warga China yang hidup di bawah otoritarianisme, tetapi saya tidak berpikir Trump benar-benar peduli  warga China. Tapi kelihatannya bagus bahwa dia tampak proaktif dalam memperjuangkan rakyat jelata untuk mengalihkan perhatian dari cengkeraman Israel pada masyarakat AS," katanya

Selama bertahun-tahun, kini Rusia jadi korban politik kiri AS yang dituding terlibat pada pemilihan tahun 2016. Terakhir Iran menjadi sasaran dalam video FBI, yang dituduh menggunakan media sosial untuk mempromosikan kepentingan Iran.

"Bangsa apa yang tidak mempromosikan kepentingannya? Tuduhan ini sangat timpang sehingga sulit untuk menjaga wajah tetap lurus saat mengatakan ini," katanya.

"Saya juga berpikir bahwa para insinyur sosial dan penulis mitos media sedang berusaha untuk menyatukan para pengunjuk rasa di Hong Kong, Iran, dan Venezuela menjadi satu dinamika demokrasi vs otoritarianisme, dengan AS selalu berada di sisi demokrasi sementara Israel digambarkan sebagai sekutu demokratis AS. Ketika sebenarnya Israel memiliki cengkeraman hegemonik yang ketat pada masyarakat AS yang tidak boleh disebutkan atau tuduhannya adalah anti-Semitisme digunakan sebagai senjata untuk membungkam kebenaran, " kata analis itu.

"Untuk membedakan, para pengunjuk rasa di Venezuela dan Iran memiliki pengaruh Barat yang kuat sementara protes Hong Kong lebih merupakan reaksi organik terhadap otoriterisme Tiongkok. Tapi saya yakin, undang-undang terbaru ini adalah langkah untuk menggambarkan AS di sisi demokrasi untuk menutupi inisiatif dan tindakan jangka panjang AS terhadap demokrasi di seluruh dunia. Dalam kasus Cina, mari kita berharap para pengunjuk rasa mempengaruhi pemerintah mereka secara positif demi kepentingan rakyat jelata," pungkasnya.

KEYWORD :

Pengamat Politik Walt Peretto Amerika Serikat Israel




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :