Demonstrasi di Irak (Foto: AFP)
Baghdad, Jurnas.com - Wakil Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Irak dan ulama Syiah Irak mendesak pemerintah agar segera merealisasikan reformasi, pasca ratusan demonstrasi anti-pemerintah tewas.
Demonstrasi massa yang menyerukan perbaikan sistem pemerintahan mengguncang ibukota Baghdad sejak 1 Oktober. Aksi tersebut dianggap sebagai gerakan rakyat terbesar dan paling mematikan di Irak dalam beberapa dekade.
Kerusuhan berdarah telah memicu keprihatinan serius dari PBB, kelompok-kelompok hak asasi manusia, dan Gedung Putih, yang menyerukan Baghdad "supaya menghentikan kekerasan terhadap demonstran" dan meloloskan reformasi pemilihan.
Para pemimpin utama Irak tampaknya telah setuju untuk menjaga sistem itu tetap utuh, tetapi wakil PBB di Irak (UNAMI) mendesak mereka untuk melakukan sejumlah perubahan.
Desakan tersebut termasuk reformasi pemilihan dalam waktu dua minggu, penuntutan terhadap mereka yang bertanggung jawab atas kekerasan baru-baru ini, pejabat yang korup, dan disahkannya undang-undang anti-korupsi.
Pada hari Senin, kepala UNAMI Jeanine Hennis-Plasschaert bertemu otoritas tertinggi Syiah Irak, Ayatullah Ali Sistani, di kota Najaf.
Dia mengatakan kursi kepemimpinan Syiah di Irak, yang dikenal sebagai marjaiyah, telah menekankan bahwa "demonstran damai tidak akan berakhir tanpa reformasi yang memadai" untuk menjawab tuntutan mereka.
"Marjaiyah menyatakan keprihatinannya bahwa kekuatan politik tidak cukup serius untuk melakukan reformasi semacam itu," kata Hennis-Plasschaert dilansir dari AFP pada Senin (11/11).
"Jika tiga otoritas, yakni eksekutif, yudikatif dan legislatif tidak mampu atau tidak mau melakukan reformasi ini dengan pasti, pasti ada cara untuk memikirkan pendekatan yang berbeda," lanjut dia.
Tidak ada pernyataan yang dikaitkan langsung dengan Sistani yang berusia 89 tahun, dan tidak pernah muncul di depan umum.
KEYWORD :PBB Syiah Irak Demonstrasi Berdarah