
Ilustrasi depresi (Foto: Shutterstock)
Jakarta, Jurnas.com - Kementerian menargetkan akan mengurangi angka orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang ditelantarkan. Hal itu disampaikan Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza, Kementerian Kesehatan Dr. Fidiansjah, Sp.Kj.
“ODGJ kita perhatikan, diberi obat, dan tidak ditelantarkan. Targetnya harus diobatin dan diberikan pelayanan,” katanya.
Tanda-tanda ODGJ cukup sulit dilihat tidak seperti penyakit fisik, seperti sakit mata, atau telinga. Kalau penyakit jiwa sulit dilihat, abstrak. Namun, dr Fidi menjelaskan ada tiga komponen untuk mengetahui ODGJ.
Ketiga komponen tersebut pertama pikiran dan isinya, kedua perasaan, hal ini dapat dilihat dari ekspresi wajah, dan ketiga perilaku. Yang menjadi masalah di masyarakat adalah adanya stigma negatif dari ODGJ.
“Stigma masyarakat tentang gangguan jiwa masih tinggi. Misalnya ketika mereka (ODGJ) berkbat ke rumah sakit jiwa dibandingkan dengan RS Umum (RSU) akan beda. Ketika ODGJ berobat ke RSU tak ada stigma negatif, tapi kalau ke RS Jiwa malah muncul stigma negatif,” kata dr. Fidi.
Stigma Negatif Kepolisian, Jusuf Rizal: SDM Polisi di Daerah Banyak yang Kurang Berintegritas
Pencegahan harus juga dilakukan bagi orang dengan masalah kejiwaan (ODMK). ODMK, kata Fidi, merupakan orang yang mengalami masalah pada kejiwaannya, belum ODGJ.
“Jadi orang pada situasi yang berpotensi gangguan kejiwaan disebut ODMK. Misalnya karena bencana, atau KDRT (kekerasan dalam rumah tangga). Namun yang pasti ODMK sudah pada tataran tiga komponen tadi (pikiran, perasaan, dan perilaku), ucap dr. Fidi.
Terapi ODMK, tambah Fidi, bisa dilakukan dengan curhat.
Benarkah Main Game Berpotensi Gangguan Jiwa?
Gangguan Jiwa Stigma Negatif