Marlen Sitompul | Kamis, 02/08/2018 22:29 WIB
Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang menyelidiki dugaan aliran suap PLTU Riau-I kepada mantan Sekjen Partai Golkar Idrus Marham.
Juru Bicara
KPK Febri Diansyah mengaku, pemeriksaan Idrus yang kedua kalinya memang cukup panjang. Menurutnya, penyidik
KPK sedang mendalami kucuran uang suap kepada Idrus dari hasil suap
PLTU Riau.
"Yang kami klarifikasi adalah sejauh mana pengetahuan saksi terkait dengan pertemuan-pertemuan, dan juga informasi aliran dana. Itu yang kami dalami," kata Febri, di Gedung
KPK, Jakarta, Kamis (2/8).
Sebab, kata Febri, dari informasi yang didapatkan
KPK, Idrus sudah sejak awal mengetahui skandal suap proyek bernilai USD900 juta tersebut. Saat itu, Idrus menjabat sebagai Sekjen Partai Golkar.
"Kami duga tentu saja ada bagian dari peristiwa yang diketahui oleh saksi. Karena itulah perlu dilakukan klarifikasi lebih lanjut. Dan pemeriksaan cukup panjang ya kalau kita simak beberapa waktu lalu, itu artinya ada sejumlah hal yang perlu dikroschek, perlu diklarifikasi, sehingga informasi didapatkan
KPK," terangnya.
Idrus sendiri sudah dua kali masuk ruang penyidikan
KPK, pertama pada Kamis, 19 Juli 2018 dan teranyar pada Rabu, 26 Juli 2018. Dia diperiksa sebagai saksi untuk dua tersangka dalam kasus ini yakni Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih (EMS) dan bos Blackgold Natural Recourses Limited Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK).
"Kalau dilihat dari tempus delicti-nya, saksi itu yang melihat dan mendengar kapan peristiwa itu terjadi, jadi posisi saksi
Idrus Marham memang belum menjadi menteri sosial, masih di Partai Golkar," terangnya.
Febri menegaskan kaitan Idrus dalam kasus suap
PLTU Riau-I ini cukup erat. Untuk itu, meski sudah mengantongi bukti otentik seperti CCTV dan dan rekaman sadapan, menurut Febri, tim penyidik masih harus mengklarifikasi langsung kepada Idrus.
Diketahui,
KPK tengah mendalami dugaan kongkalingkong pihak PT Pembangkit Jawa Bali (PJB) dengan petinggi PT PLN terkait pembahasan proyek pembangunan
PLTU Riau-I. Salah satunya terkait penunjukan langsung perusahaan Blackgold Natural Resources Limited menjadi anggota konsorsium yang menggarap proyek tersebut.
Dalam proses perjalanan proyek ini, diduga PT PLN melalui anak usahanya yakni PT Pembangkitan Jawa-Bali (PJB) menunjuk perusahaan Blackgold Natural Resources Limited untuk mengerjakan proyek
PLTU Riau-I. Selain Blackgold dan PT PJB, perusahaan lain yang terlibat dalam konsorsium ini yaitu China Huadian Engineering dan PT PLN Batu Bara.
KPK mengendus adanya peran Eni,
Idrus Marham yang saat itu menjabat sebagai Sekjen Partai Golkar dan Sofyan Basir untuk memuluskan Blackgold masuk konsorsium proyek ini.
Idrus Marham dan Sofyan Basir pun mengakui mengenal dekat kedua tersangka ini.
Tak hanya itu, Eni dari balik jeruji besi mengakui ada peran Sofyan dan Kotjo sampai akhirnya PT PJB menguasai 51 persen asset. Nilai asset itu memungkinkan PT PJB menunjuk langsung Blackgold sebagai mitranya.
Proyek pembangunan
PLTU Riau-I ini merupakan bagian dari program tenaga listrik 35 ribu Megawatt (MW) yang didorong oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla. Pemerintah menargetkan
PLTU Riau-I bisa beroperasi pada 2020/2021.
Pada Januari 2018, PJB, PLN Batu Bara, BlackGold, Samantaka, dan Huadian menandatangani Letter of Intent (LoI) atau surat perjanjian bisnis yang secara hukum tak mengikat para pihak. LoI diteken untuk mendapatkan Perjanjian Pembelian Tenaga Listrik (PPA) atas
PLTU Riau-I. Samantaka rencananya akan menjadi pemasok batu bara untuk
PLTU Riau-I.
Dalam kasus ini,
KPK baru menetapkan Eni dan Johannes sebagai tersangka. Eni diduga telah menerima suap Rp4,8 miliar dari Johannes untuk mengatur Blackgold Natural Resources Limited masuk dalam konsorsium penggarap proyek
PLTU Riau 1.
KEYWORD :
KPK PLTU Riau Dirut PLN Idrus Marham