Selasa, 10/12/2024 11:38 WIB

Petinggi PT. Gajah Tunggal Tbk Mangkir Pemeriksaan KPK

Sjamsul Nursalim sudah dua kali dipanggil bersama istirinya Itjih Nursalim, namun selalu mangkir. Saat ini Sjamsul berada di Singapura.

Gedung KPK RI (foto: Jurnas)

Jakarta - Manajer Umum GA & HRD PT. Gajah Tunggal Tbk, Ferry Lawrentus Hollen mangkir dari panggilan pemeriksaan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sedianya hari ini, Rabu (1/11/2017) salah satu anak buah pengusaha Sjamsul Nursalim ini diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan tersangka mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT).

"Belum ada informasi terkait ketidakhadiran saksi," ucap Juru Bicara KPK, Febri Diansyah di kantornya, Jakarta.

Atas ketidakhadiran itu, lembaga antikorupsi akan menjadwalkan kembali pemeriksaan terhadap Febri. "Nanti akan kami informasikan kembali," terang Febri.

Sjamsul Nursalim adalah salah satu obligor penerima aliran dana BLBI. Sjamsul juga merupakan salah satu pemilik saham di PT Gajah Tunggal, Tbk.

Sjamsul Nursalim sudah dua kali dipanggil bersama istirinya Itjih Nursalim, namun selalu mangkir. Saat ini Sjamsul berada di Singapura.

Seperti diketahui, KPK telah menetapkan Syafruddin sebagai tersangka dalam kasus BLBI pada April lalu. KPK menduga adanya korupsi dalam pemberian SKL kepada Sjamsul Nursalim, selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) tahun 2004.

BDNI merupakan salah satu bank berlikuiditas terganggu karena dampak krisis ekonomi 1998. Kemudian BDNI mengajukan pinjaman lewat skema Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Akan tetapi dalam perjalanannya BDNi menjadi salah satu kreditor yang menunggak. Pemerintah pada saat yang bersamaan mengeluarkan kebijakan penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) yang lebih ringan dengan dasar Instruksi Presiden (Inpres) nomor 8 tahun 2002.

Berdasarkan Inpres tersebut, bank yang menjadi obligor BLBI bisa dinyatakan lunas hutangnya jika membayar lewat 30 persen uang tunai dan menyerahkan aset senilai 70 persen dari nilai hutang.

Syafruddin yang menjabat sebagai ketua BPPN sejak April 2002 ini menyampaikan usulan kepada Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) pada Mei 2002. Isi usulan tersebut, yakni agar KKSK menyetujui terkait perubahan proses litigasi BDNI menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh BDNI kepada BPPN sebesar Rp 4,8 triliun.

Nilai kewajiban yang harus diselesaikan oleh Sjamsul Nursalim sebesar Rp 4,8 triliun. Total tersebut terdiri dari Rp 1,1 triliun yang ditagihkan kepada petani tambak, sementara Rp 3,7 triliun tidak dilakukan pembahasan oleh BPPN dan tidak ditagihkan ke Sjamsul Nursalim.

Akan tetapi, setelah dilelang oleh PT Perusahaan Pengelolaan Aset (PPA), aset sebesar Rp 1,1 triliun yang dibebankan pada petani tambak hanya bernilai Rp 220 miliar. Diduga sebesar Rp 4,58 triliun jadi kerugian yang harus ditanggung negara.

Meski demikian, Syafruddin tetap mengeluarkan surat pemenuhan kewajiban pemegang saham kepada Syamsul Nursalim atas kewajibannya pada April 2004. Atas perbuatan itu, Syafruddin Temenggung disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

KEYWORD :

Kasus BLBI Gajah Tunggal KPK




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :