
Ilustrasi bulan Safar (Foto: Tebuireng Online)
Jakarta, Jurnas.com - Umat Islam saat ini tengah berada di bulan Safar 1447 Hijriah, bulan kedua dalam kalender Hijriyah yang diperkirakan dimulai pada Sabtu, 26 Juli 2025. Hal ini merujuk pada data resmi dari Kementerian Agama RI dan Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) Muhammadiyah.
Meski menggunakan metode hisab yang berbeda, keduanya sepakat bahwa bulan Safar tahun ini dimulai pada akhir Juli. Versi Kemenag RI menyatakan bulan ini berlangsung 30 hari, berakhir 24 Agustus 2025, sedangkan versi KHGT Muhammadiyah mencatatkan Safar selama 29 hari, berakhir pada 23 Agustus 2025.
Dikutip dari laman Nahdlatul Ulama, Baznas, dan MUI, bulan Safar selama ini dikenal tidak hanya sebagai bagian dari sistem penanggalan Islam, tetapi juga sering dikaitkan dengan bulan yang sarat mitos. Berbagai kepercayaan lama masih bertahan di tengah masyarakat, terutama yang diwariskan dari masa Arab Jahiliyah.
Istilah "Safar" berasal dari kata Arab yang berarti sepi atau kosong, menggambarkan kondisi rumah-rumah yang ditinggalkan para laki-laki Arab kuno untuk bepergian atau berperang. Dari sinilah muncul asumsi bahwa bulan ini membawa kehampaan atau bahkan keburukan.
Kepercayaan ini berkembang menjadi anggapan bahwa Safar adalah bulan penuh kesialan, sehingga tidak layak untuk melangsungkan pernikahan, memulai usaha, atau melakukan perjalanan jauh. Pandangan tersebut bukan bagian dari ajaran Islam, melainkan tradisi warisan masa lalu.
Dalam literatur klasik, bahkan disebutkan bahwa masyarakat Jahiliyah meyakini adanya penyakit misterius bernama "Safar" yang menyerang perut manusia. Sebagian dari mereka percaya angin panas dari Safar dapat menyebabkan sakit dan musibah.
Namun, ajaran Islam datang untuk membongkar semua bentuk takhayul yang tidak berdasar. Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada penularan penyakit (tanpa izin Allah), tidak ada thiyarah (kesialan karena tanda-tanda), dan tidak ada (kesialan dalam bulan) Safar.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Apakah Sound Horeg Haram? Ini Fatwa MUI Pusat
Hadits ini secara gamblang menegaskan bahwa Safar bukanlah bulan sial sebagaimana yang diyakini oleh masyarakat terdahulu. Islam mengajarkan bahwa semua bulan memiliki kedudukan yang sama, dan tidak ada waktu tertentu yang menjadi sumber musibah.
Karena itu, melangsungkan akad nikah, memulai bisnis, atau melakukan perjalanan saat bulan Safar tetap diperbolehkan dan tidak mengandung larangan syariat. Ketakutan yang diturunkan dari generasi ke generasi ini tidak memiliki dasar dalam ajaran Islam yang murni.
Meski demikian, jejak mitos ini masih tampak di beberapa lapisan masyarakat, bahkan di era modern sekalipun. Penting bagi umat Islam untuk memahami konteks sejarah agar tidak terjebak dalam keyakinan yang menyimpang dari prinsip tauhid.
Bulan Safar, sebagaimana bulan lainnya dalam kalender Hijriah, adalah ciptaan Allah yang tidak membawa keberuntungan atau keburukan dengan sendirinya. Islam menempatkan waktu sebagai sarana, bukan sebagai sumber nasib.
Maka, alih-alih takut terhadap mitos lama, umat Islam diajak untuk memperbanyak amal dan memperkuat keyakinan pada takdir yang telah ditetapkan oleh Allah. Menyikapi bulan Safar dengan pemahaman yang benar justru menjadi bentuk keberanian melawan warisan kepercayaan keliru. (*)
Wallohu`alam
KEYWORD :Bulan Safar Mitos bulan Safar Islam Safar 2025