
Ilustrasi - mendalami makna ikhlas untuk kehidupan sehari-hari (Foto: Pexels/Abdullah Ghatasheh)
Jakarta, Jurnas.com - Kata ikhlas sering kali terdengar dalam kehidupan sehari-hari seorang Muslim, baik dalam doa, nasihat, maupun saat melakukan introspeksi diri. Namun, seringkali makna sebenarnya belum sepenuhnya dipahami.
Ikhlas bukan hanya sekadar pasrah atau tidak mengeluh. Ikhlas adalah kondisi hati yang sangat dalam, saat seseorang melakukan segala sesuatu semata-mata karena Allah SWT, tanpa berharap pujian dari manusia atau mencari keuntungan duniawi.
Secara etimologis, ikhlas berasal dari akar kata أخلص - يخلص - إخلاصًا yang berarti menyucikan, memurnikan, atau membersihkan. Dalam konteks amal, ikhlas berarti memurnikan niat dari segala pengaruh selain Allah.
Ikhlas berarti tidak ada riyaʼ (الرياء), tidak ada sum‘ah (السمعة), dan tidak ada harapan akan imbalan duniawi. Ikhlas adalah menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan dalam ibadah, dalam kebaikan, bahkan dalam pengorbanan.
Imam al-Ghazālī dalam kitabnya Iḥyāʾ ʿUlūm ad-Dīn menjelaskan bahwa ikhlas adalah ketika seorang hamba tidak memperhatikan siapa pun selain Allah dalam amalnya.
Lebih lanjut, amal yang dilakukan dengan ikhlas mungkin tidak terlihat oleh manusia, tetapi di sisi Allah, amal tersebut memiliki nilai yang luar biasa. Sebaliknya, amal yang penuh dengan riyaʼ bisa terlihat agung di mata manusia, tetapi kosong nilainya di sisi Allah SWT.
Al-Qur`an dan hadits menyampaikan banyak sekali dalil yang menegaskan pentingnya ikhlas dalam setiap amal. Salah satu ayat yang jelas dan tegas adalah firman Allah SWT:
"وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ"
"Dan mereka tidak diperintahkan kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama..." (QS. Al-Bayyinah: 5).
Namun, menjaga keikhlasan bukanlah hal yang mudah. Niat itu seperti gelombang di laut hati yang kadang berubah-ubah dan tidak selalu stabil. Ada kalanya kita memulai suatu amal dengan niat ikhlas, namun di tengah jalan, bisikan syaitan datang dan mengalihkan niat tersebut.
Terkadang kita ingin berbuat baik, namun secara diam-diam harapan untuk mendapatkan pujian atau pengakuan dari orang lain menyusup ke dalam hati. Oleh karena itu, para ulama selalu mengingatkan pentingnya muḥāsabah (محاسبة) atau introspeksi diri, untuk memastikan bahwa niat tetap terjaga dan kembali pada tujuan yang benar, yaitu hanya mengharap ridha Allah SWT.
KEYWORD :Info Keislaman Ikhlas Makna Al-Qur`an