
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman. (Foto: Dok. Parlementaria)
Jakarta, Jurnas.com - Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman mengungkapkan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau KUHAP bakal terdiri dari 334 pasal dengan 10 poin substansi perubahan.
Politikus Gerindra ini menuturkan bahwa KUHAP yang berlaku dinilai belum mampu melindungi hak warga negara yang berhadapan dengan hukum. Di sisi lain, advokat tidak bisa berperan lebih banyak dalam mendampingi warga yang bermasalah tersebut.
"Oleh sebab itu, diperlukan pembaharuan terhadap KUHAP agar aparat penegak hukum lebih terbuka, profesional, dan menghormati hak asasi manusia," kata Habiburokhman di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (8/7).
Dia pun mengungkapkan 10 poin substansi perubahan dalam RUU KUHAP itu. Pertama adalah penyesuaian dengan nilai-nilai KUHP baru yakni restoratif, rehabilitatif, dan restitutif, dan menyesuaikan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang akan berlaku tanggal 1 Januari 2026.
RUU KUHAP Harus Melindungi Hak Asasi Manusia
Yang kedua, adalah penguatan hak tersangka terdakwa korban dan saksi. Ketiga adalah penguatan peran advokat untuk menjamin keseimbangan dalam sistem peradilan pidana.
Lalu poin keempat adalah pengaturan mengenai perlindungan hak perempuan, hak disabilitas, dan hak kaum lanjut usia.
Kemudian kelima adalah perbaikan pengaturan terkait mengenai mekanisme upaya paksa dan pelaksanaan kewenangan yang efektif, efisien, akuntabel berdasarkan prinsip perlindungan HAM dan due process of law.
Yang keenam adalah pengaturan yang lebih komprehensif tentang upaya hukum. Selanjutnya ketujuh adalah penguatan terhadap asas filosofi hukum acara pidana yang didasarkan pada penghormatan hak asasi manusia, yaitu dengan menguatkan prinsip check and balances maupun pengawasan berimbang
Selanjutnya kedelapan adalah penyesuaian dengan perkembangan hukum yang sesuai dengan Konvensi Antikekerasan Hak Politik dan Sosial (UNCAC), dan peraturan perundang-undangan terkait HAM, perlindungan saksi dan korban, dan perkembangan dalam mekanisme pra-pengadilan.
Selanjutnya yang kesembilan adalah upaya modernisasi hukum acara yang lebih mengedepankan prinsip cepat, sederhana, transparan dan akuntabel termasuk pemanfaatan teknologi informasi.
Dan kesepuluh adalah revitalisasi hubungan antara penyidik dan penuntut umum melalui pola koordinasi yang lebih baik dan setara.
"Harapan kami agar RUU ini dapat segera dibahas dan mendapatkan persetujuan bersama sesuai dengan tahap-tahap pembicaraan yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan," demikian Habiburokhman.
KEYWORD :
Warta DPR Ketua Komisi III Habiburokhman Gerindra substansi perubahan RUU KUHAP