Rabu, 14/05/2025 21:30 WIB

Iduladha Berdarah 1962, Kala Presiden Sukarno Selamat dari Tembakan

Hari ini 63 tahun lalu tepatnya pada 14 Mei 1962 Presiden Sukarno nyaris kehilangan nyawanya saat salat Iduladha. Di halaman Istana Merdeka, Jakarta—di tempat yang dianggap paling aman di negeri ini—sebuah tembakan dilepaskan dengan tujuan menghabisi sang proklamator.

Presiden pertama RI, Sukarno atau Bung Karno

Jakarta, Jurnas.com - Hari ini 63 tahun lalu, tepatnya pada 14 Mei 1962 Presiden Sukarno nyaris kehilangan nyawanya saat salat Iduladha. Di halaman Istana Merdeka, Jakarta—di tempat yang dianggap paling aman di negeri ini—sebuah tembakan dilepaskan dengan tujuan menghabisi sang proklamator.

Namun sejarah berkata lain. Sukarno alias Bung Karno selamat, dan peristiwa ini justru menjadi titik balik sistem keamanan presiden di Indonesia.

Salat Id yang Diwarnai Dentuman Tembakan

Pagi itu, lapangan rumput antara Istana Negara dan Istana Merdeka dipadati jemaah, termasuk Presiden Sukarno, pejabat tinggi negara, dan masyarakat umum. Suasana terlihat damai hingga rakaat kedua Salat Id. Namun, ketenangan itu buyar ketika tiba-tiba terdengar teriakan dan letupan senjata api dari arah barisan keempat.

Sasaran tembakan itu jelas: Presiden Sukarno. Namun, Presiden Republik Indonesia perama itu selamat. Tembakan meleset dan justru mengenai beberapa tokoh di sekitarnya, termasuk Ketua DPR KH Zainul Arifin yang terluka di bahu. Dua anggota Detasemen Kawal Pribadi (DKP), Soedrajat dan Soesilo, juga terkena timah panas.

Respons Cepat Pengawal Presiden

Komandan DKP Komisaris Polisi Mangil Martowidjojo dan wakilnya, Sudiyo, langsung bertindak melindungi presiden. Dalam waktu singkat, pelaku berhasil dilumpuhkan oleh dua anggota DKP lainnya, Sribusono dan Musawir. Pistol FN 45 disita, dan pelaku—dalam kondisi pingsan dan babak belur—ditaruh di depan Masjid Istana Baiturrahim.

Salat sempat terhenti sebelum salam, namun dilanjutkan kembali setelah situasi aman. KH Idham Chalid tetap memimpin salat sebagai imam, dan Menteri Pertahanan Jenderal A.H. Nasution memberikan khutbah Iduladha seperti yang direncanakan. Sukarno sendiri urung memberikan sambutan seusai salat karena insiden tersebut.

Penyusupan Terencana dan Jaringan DI/TII

Pengusutan cepat yang dilakukan tim pengamanan menemukan fakta mencengangkan. Tiga orang penyusup teridentifikasi sebagai anggota kelompok Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) pimpinan S.M. Kartosoewirjo. Mereka adalah Sanusi alias Uci Sanusi, pelaku penembakan; Kamil alias Harun bin Karta, yang sempat menyelundupkan granat; Jaya Permana alias Hidayat bin Mustafa, yang juga gagal mengeksekusi rencana karena diliputi rasa takut.

Salah satu dari mereka menyembunyikan pistol di bawah tikar salat saat mendadak membatalkan niatnya. Lainnya sempat membuang granat ke sungai setelah salat selesai. Dari sembilan pelaku yang terlibat, enam akhirnya divonis mati, tiga lainnya dihukum penjara seumur hidup.

Lahirnya Resimen Tjakrabirawa

Peristiwa ini menjadi titik balik dalam sistem pengamanan kepala negara. Kegagalan mendeteksi penyusupan hingga ke ring satu membuat negara sadar bahwa pengamanan Presiden harus ditangani satuan elite tersendiri. Tak lama setelah insiden, Presiden Sukarno membentuk satuan khusus bernama Resimen Tjakrabirawa, cikal bakal sistem pengamanan presiden modern di Indonesia.

Sumber: Historia

KEYWORD :

Iduladha Presiden Sukarno Iduladha 1962 Pengamanan Presiden




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :