
Siswa SDN 01 Tambakrejo (Foto: Ist)
Jakarta, Jurnas.com - Hujan deras mengguyur Tambakrejo, ujung utara Kota Semarang. Air yang datang perlahan menelan berbagai wilayah. Tak luput di antaranya ialah halaman serta ruang-ruang kelas SDN Tambakrejo 01.
Di sini, banjir bukan sekadar musibah alam. Banjir telah menjadi bagian dari hidup, datang nyaris setiap musim hujan, menghapus jejak langkah kecil di koridor sekolah, merusak meja belajar, dan lebih memilukan lagi merusak buku-buku di perpustakaan serta pojok baca di kelas.
Buku-buku yang dulu menjadi jendela dunia bagi anak-anak kini banyak yang sobek, kusut, bahkan lenyap tak bersisa karena banjir. Namun, di tengah genangan itu, semangat belajar tetap bertahan. Di bawah kepemimpinan Tri Sugiyono, SDN Tambakrejo 01 tetap gagah berdiri. Budaya literasi yang mereka bangun dengan susah payah tidak dibiarkan hancur bersama tingginya genangan air.
Bagi Tri Sugiyono, tantangan dan permasalahan sudah menjadi bagian dari perjalanan panjangnya di dunia pendidikan. Memulai karier sebagai guru di SDN Kemijen 01 dan SDN Sarirejo (Kartini), ia menapaki jalan pendidikan dengan dedikasi keras, kerja cerdas, dan visi yang jelas.
Berbagai penghargaan pernah ia raih, dari juara Guru Prestasi tingkat Kota Semarang hingga menjadi finalis tingkat nasional. Di tengah perjalanan kariernya, Tri juga aktif menjadi fasilitator PINTAR Tanoto Foundation, memperkuat perannya dalam menggerakkan perubahan berbasis literasi dan numerasi di sekolah-sekolah.
Ketika 2021 ia ditugaskan memimpin SDN Tambakrejo 01, tantangan besar langsung menghampar di hadapannya. Banjir tahunan merusak fasilitas, memperparah rendahnya minat baca peserta didik, dan memperlemah dukungan masyarakat terhadap sekolah.
Di suatu sore selepas banjir besar, berdiri di tengah lantai yang masih basah, Tri Sugiyono berkata kepada rekan gurunya, "Buku itu jendela dunia. Kalau jendelanya rusak, bagaimana mereka bisa melihat dunia?" Kegelisahan itu melahirkan sebuah tekad baru, untuk membuka kembali jendela-jendela yang telah ditutup paksa oleh banjir.
Dari keresahan itu, lahirlah ide sederhana namun revolusioner, Subadi (Sudut Baca Digital). Bersama para guru, Tri mulai mendigitalisasi karya-karya peserta didik dan berbagai bacaan penting.
"Subadi adalah tempat buku-buku digital karya peserta didik tersimpan dan dapat diakses kapan saja melalui gawai mereka," ujar Tri.
Setiap kelas dari kelas 1 hingga kelas 6 memiliki sudut baca digital sendiri, yang dapat diakses melalui tablet, laptop, maupun gawai. Buku tak lagi harus bertahan di rak-rak kayu rapuh. Kini, cerita dan ilmu hidup telah hadir di sekotak layar kecil dalam genggaman tangan anak-anak, di mana pun dan kapan pun mereka mau membaca.
Subadi tidak hanya menyelamatkan buku-buku dari banjir. Ia mengubah cara berpikir seluruh warga sekolah tentang literasi. Membaca bukan lagi beban, melainkan pengalaman yang akrab, menyenangkan, dan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari peserta didik.
Tri sadar, perubahan sejati tidak bisa lahir dari satu orang saja. Maka, ia menggerakkan seluruh warga sekolah. Mulai dari guru, peserta didik, orang tua, bahkan masyarakat sekitar.
Guru-guru mengikuti pelatihan literasi dan numerasi berbasis teknologi. Peserta didik diajak menulis cerita digital mereka sendiri, membuat ilutrasi di buku gambar mereka, memindai halaman per halamannya, dan mengunggahnya ke sudut baca digital di kelas masing-masing agar dapat diakses teman-teman mereka.
Orang tua tak hanya mengantarkan anak-anak mereka ke sekolah, tetapi turut menghias sudut baca, menyumbang perangkat sederhana, bahkan mengajar dalam program `Orang Tua Mengajar" setiap Jumat pekan keempat. Budaya gotong royong yang lahir membuat perubahan terasa nyata di setiap sudut sekolah.
Dia lahir dari tekad untuk bergerak bersama, dari tangan-tangan yang mau bergandengan, dari mimpi-mimpi kecil yang dijaga dan dibesarkan setiap hari.
Partisipasi di SDN Tambakrejo 01 hidup bukan dalam slogan, tetapi dalam tindakan nyata. Guru yang tak lelah belajar, peserta didik yang terus membaca dan menulis, orang tua yang ikut membangun sudut baca, serta kepala sekolah yang terus menyalakan semangat perubahan. Semuanya bergerak dalam satu irama, yaitu membangun masa depan anak-anak di tengah segala keterbatasan.
Hari ini, SDN Tambakrejo 01 mungkin masih berdiri sederhana di pinggiran kota. Namun, siapa pun yang melangkah ke dalamnya akan segera tahu, bahwa di balik tembok sederhana itu, tumbuh harapan besar.
KEYWORD :Subadi Buku Digital SDN 01 Tambakrejo Program Pintar