Ilustrasi terjebak keputusan buruk atau keliru ambil keputusan (Foto: Doknet)
Jakarta, Jurnas.com - Pilihan manusia tidak selalu lahir dari pertimbangan rasional. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa isyarat yang dipelajari otak, seperti gambar dan suara, dapat diam-diam mengunci seseorang pada keputusan yang keliru atau buruk meski situasi sudah berubah.
Studi yang dipimpin Dr. Giuseppe di Pellegrino dari University of Bologna ini meneliti 60 orang dewasa untuk melihat bagaimana kepercayaan terhadap isyarat terbentuk dan bertahan. Hasilnya, sebagian orang sangat bergantung pada isyarat lama, sementara yang lain lebih fleksibel menyesuaikan diri.
Dalam kehidupan sehari-hari, keputusan dibentuk oleh umpan balik dari pilihan sebelumnya. Idealnya, otak terus memperbarui nilai suatu tindakan, tetapi isyarat yang kuat bisa menarik perhatian dan mengganggu proses ini.
Peneliti menjelaskan bahwa isyarat bekerja melalui pembelajaran Pavlovian, yaitu hubungan antara sinyal dan hasil tanpa perlu tindakan sadar. Nada, logo, atau simbol tertentu dapat memicu respons otomatis meski maknanya sudah tidak relevan.
Eksperimen dilakukan dalam tiga tahap: mempelajari makna isyarat, mempelajari nilai tindakan, lalu menggabungkan keduanya dalam satu tes. Metode ini dirancang untuk melihat apakah isyarat mampu membelokkan pilihan meski peserta sudah tahu tindakan terbaik.
Perilaku mata menjadi kunci temuan. Peserta yang terus menatap isyarat disebut sign-tracker, sementara mereka yang fokus pada hasil disebut goal-tracker, dan perbedaan ini memengaruhi kualitas keputusan.
Sign-tracker terbukti lebih sulit menyesuaikan diri ketika aturan berubah. Mereka cenderung terjebak pada isyarat lama, meski hasil nyata sudah memberi sinyal bahwa pilihan itu tidak lagi menguntungkan.
Pengukuran pupil mata menunjukkan bahwa tubuh bereaksi kuat terhadap isyarat tertentu bahkan sebelum seseorang bertindak. Reaksi ini menandakan tingkat kewaspadaan dan emosi yang tinggi, yang dapat mendahului keputusan buruk.
Analisis komputasional mengungkap bahwa masalah utama bukan karena isyarat terlalu dominan, melainkan karena pembaruan nilai isyarat berjalan lambat. Dengan kata lain, otak terlambat “memperbarui makna” dari sinyal yang sudah usang.
Fenomena ini relevan dengan banyak perilaku berisiko, mulai dari kebiasaan merokok hingga kekambuhan kecanduan alkohol. Isyarat lama dapat terus memicu respons meski konsekuensinya sudah jelas berubah.
Penelitian sebelumnya bahkan mengaitkan respons berlebihan terhadap isyarat dengan aktivitas di pusat penghargaan otak. Temuan ini membantu menjelaskan mengapa niat kuat saja sering tidak cukup untuk mengubah perilaku.
Para peneliti menilai, kemampuan memperbarui makna isyarat mungkin lebih penting daripada sekadar pengetahuan atau kemauan. Pendekatan terapi di masa depan bisa difokuskan pada pelatihan fleksibilitas belajar, bukan hanya pengendalian diri.
Studi ini memberi gambaran bahwa keputusan buruk tidak selalu soal pilihan sadar. Terkadang, otak hanya terlalu lama berpegang pada sinyal lama di dunia yang sudah berubah. (*)
Penelitian ini dipublikasikan dalam jurnal The Journal of Neuroscience. Sumber: Earth
Google News: http://bit.ly/4omUVRy
Terbaru: https://jurnas.com/redir.php?p=latest
Langganan : https://www.facebook.com/jurnasnews/subscribe/
Youtube: https://www.youtube.com/@jurnastv1825?sub_confirmation=1
Keputusan Buruk Keputusan Keliru Isyarat Otak Pengambilan Keputusan

























