Senin, 08/12/2025 06:05 WIB

Studi: Pola Asuh Otoritatif Paling Efektif Jaga Kesehatan Mental Remaja





Sebuah studi di Nepal menunjukkan bahwa suasana emosional di rumah memiliki dampak langsung pada kesehatan mental remaja

Ilustrasi - Sedang mengasuh anak (Foto: Refo Indonesia)

Jakarta, Jurnas.com - Sebuah studi di Nepal menunjukkan bahwa suasana emosional di rumah memiliki dampak langsung pada kesehatan mental remaja, sehingga pengasuhan suportif namun tegas menjadi faktor yang sangat menentukan. Temuan ini muncul ketika masalah gangguan mental pada remaja terus meningkat secara global.

WHO mencatat bahwa satu dari tujuh remaja hidup dengan gangguan mental, sementara masa usia 10 hingga 19 tahun merupakan fase rentan yang membutuhkan dukungan stabil. Karena itu, pola pengasuhan yang tepat menjadi elemen penting dalam menjaga kesejahteraan mereka.

Riset yang dipimpin Rabina Khadka dari MMIHS menyoroti tiga gaya pengasuhan klasik yang dibedakan oleh tingkat kehangatan dan ketegasan orang tua. Kajian itu menegaskan bahwa pengasuhan otoritatif, tegas namun responsif, paling seimbang dalam memberi batasan sekaligus ruang tumbuh bagi remaja.

Khadka menyatakan bahwa gaya pengasuhan otoritatif berkaitan dengan kesehatan mental dan kepercayaan diri yang lebih baik, sebab remaja diberi arahan tanpa kehilangan kendali atas keputusan mereka. Dengan begitu, mereka cenderung lebih siap menghadapi tekanan akademik maupun sosial.

“Gaya pengasuhan otoritatif berkaitan dengan kesehatan mental dan harga diri yang lebih baik pada remaja,” ujar Khadka dilansir dari Earth.com, pada Minggu (7/12).

Survei terhadap 583 pelajar di Bheemdatt Municipality menunjukkan sepertiga remaja mengalami gejala depresi, sementara hampir separuh melaporkan kecemasan. Walau satu dari empat berada dalam kondisi stres tinggi, sebagian besar tetap memiliki harga diri yang relatif stabil.

Melalui analisis statistik, para peneliti memastikan bahwa hubungan antara gaya asuh dan kondisi mental tidak terjadi secara kebetulan. Mereka juga menemukan bahwa tekanan sosial seperti bullying dan hubungan yang renggang dengan teman atau guru memperburuk kondisi psikologis remaja.

Karena itu, temuan mengenai gaya asuh menjadi semakin penting ketika remaja berada dalam lingkungan yang kurang mendukung. Remaja dengan orang tua otoriter lebih sering menunjukkan gejala depresi dan menilai diri mereka secara lebih negatif.

Di sisi lain, remaja dengan orang tua permisif justru cenderung mengalami stres lebih tinggi karena kurangnya batasan yang konsisten. Kondisi itu membuat mereka mudah kewalahan ketika menghadapi tuntutan sekolah atau konflik sosial.

Studi ini juga mencatat pola yang mengejutkan, sebab remaja yang dibesarkan secara otoritatif melaporkan harga diri lebih rendah, sedangkan remaja dengan orang tua otoriter melaporkan skor harga diri lebih tinggi. Namun temuan ini dipandang perlu dieksplorasi lebih lanjut karena tidak sepenuhnya sejalan dengan riset sebelumnya.

Meski demikian, keseluruhan hasil penelitian tetap menekankan pentingnya lingkungan rumah yang suportif, terutama ketika remaja juga menghadapi tekanan di sekolah. Ketika kritik dan kontrol hadir di dua ruang sekaligus, kesempatan mereka untuk pulih secara emosional menjadi semakin kecil.

Karena itu, sekolah dan pemerintah lokal disarankan memperkuat layanan konseling serta menegakkan aturan anti-bullying, sambil melibatkan orang tua dalam dialog mengenai kesehatan mental remaja. Upaya ini diyakini dapat menciptakan jejaring dukungan yang lebih kokoh bagi pelajar.

Bagi keluarga, langkah sederhana seperti percakapan rutin, aktivitas bersama, dan aturan yang jelas namun hormat dapat menjadi fondasi yang menenangkan. Penelitian yang terbit di PLOS One ini menegaskan bahwa cara orang tua berbicara, mendengarkan, dan menetapkan batasan dapat menentukan apakah tekanan remaja berkembang menjadi masalah jangka panjang atau tetap terkendali. (*)

Sumber: Earth

KEYWORD :

Pola Asuh Pengasuhan Otoritatif Kesehatan Mental Remaja




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :