Ketua Komisi V DPR, Lasarus
Jakarta, Jurnas.com - Ancaman bencana yang terjadi hampir sepanjang tahun dinilai membutuhkan kesiapan jauh lebih kuat, baik dari sisi infrastruktur penyelamatan maupun kompetensi sumber daya manusia.
Ketua Komisi V DPR RI, Lasarus menilai situasi kebencanaan yang terus berulang menuntut pemerintah meningkatkan kemampuan deteksi dini serta respons cepat di lapangan.
“Indonesia ini dikepung bencana, baik tanah longsor, banjir bandang, gempa, tsunami, dan seterusnya. Ini memerlukan kesiapan kita dengan sarana-prasarana yang memadai,” ujar Ketua Komisi V DPR RI, Lasarus dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi V dengan Kepala BMKG dan Kepala Basarnas di Gedung DPR, Jakarta, Senin (1/12).
Ia menekankan bahwa kemampuan penyelamatan tidak hanya bertumpu pada peralatan, tetapi juga kualitas personel BNPP/Basarnas. Politisi Fraksi PDI Perjuangan ini mengingatkan, proses evakuasi memiliki batas waktu krusial sehingga hanya dapat ditangani oleh petugas terlatih. Pemahaman terhadap prosedur penyelamatan dianggap menjadi faktor pembeda antara keberhasilan dan risiko fatal di lapangan.
“Golden time ini hanya bisa ditangani oleh orang-orang terampil, orang-orang terlatih dan orang-orang yang mengerti bagaimana cara menyelamatkan orang dalam situasi bencana. Niatnya menolong, kalau ditangani dengan cara salah bisa fatal akibatnya. Ini juga kenapa pelatihan SAR kita pandang perlu,” jelasnya.
Beredar informasi terkait siklon tropis yang terdeteksi di atas Sumatera hingga memicu hujan ekstrem setara curah hujan satu bulan. Fenomena ini, menurutnya, harus menjadi evaluasi kemampuan pemerintah dalam memprediksi kondisi cuaca berbahaya yang dapat memicu banjir bandang di berbagai wilayah. Ia menilai peningkatan teknologi deteksi dini tidak bisa lagi ditunda.
“Apakah teknologi kita, peralatan kita, sudah bisa mendeteksi ini? Sehingga masyarakat ada kewaspadaan,” tanyanya kepada Kepala BMKG yang hadir dalam rapat.
Ia mengakui bahwa karakter geografis dan pola pemukiman masyarakat membuat bencana sulit dihindari sepenuhnya. Namun, ia menegaskan bahwa dampaknya dapat dikurangi signifikan melalui kewaspadaan, edukasi kebencanaan, dan sistem peringatan dini yang bekerja efektif. Menurutnya, mitigasi adalah instrumen penting untuk menyelamatkan nyawa dan mengurangi kerugian.
Lasarus mendorong BMKG dan Basarnas sebagai mitra Komisi V DPR RI untuk memperkuat koordinasi dengan BNPB, baik dalam penanganan maupun dalam antisipasi jangka panjang. Ia menilai penanggulangan tidak boleh hanya bersifat reaktif setelah bencana terjadi, tetapi juga harus mencakup upaya pencegahan di daerah berisiko tinggi. Ditegaskannya bahwa antisipasi dini merupakan bagian penting dari manajemen bencana yang tidak boleh diabaikan.
“Namanya penanggulangan ini, harusnya bukan hanya menanggulangi setelah terjadi bencana. Harusnya juga teman-teman di sana bekerja, melakukan pekerjaan bagaimana supaya bencana itu tidak terjadi di lokasi itu. Ditanggulangi lebih dini, antisipasi. Mengantisipasi dininya juga bagian dari menanggulangi Pak, sebelum terjadi bencana.” tutur politisi fraksi PDI-Perjuangan itu.
Sebagai penutup, Lasarus menyampaikan bahwa kawasan rawan bencana perlu dipetakan secara menyeluruh agar masyarakat tidak tinggal di lokasi yang memiliki risiko tinggi. Ia menilai pemetaan yang akurat akan membantu pemerintah memberikan edukasi dan kebijakan penataan ruang yang lebih aman. Upaya ini dianggap penting untuk meminimalkan korban dan kerusakan pada bencana-bencana berikutnya.
Data terbaru dari Dashboard Penanganan Darurat Banjir dan Longsor Sumatera Tahun 2025 menunjukkan eskalasi signifikan pada jumlah korban. Rekapitulasi hingga Senin (1/12/2025) pukul 16.58 WIB mencatat 533 orang meninggal dan lebih dari 500 lainnya masih hilang akibat banjir bandang dan longsor. Kondisi ini menggambarkan tingkat keparahan bencana yang menyebar di sejumlah wilayah.
Laporan sementara juga mencatat sekitar 2.500 warga mengalami luka serta lebih dari 553 ribu mengungsi. Secara keseluruhan, bencana tersebut berdampak pada sekitar 1,4 juta penduduk yang tersebar di 48 kabupaten dan kota di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Skala dampaknya menuntut penanganan lintas sektor dengan sumber daya yang lebih terkoordinasi.
Pada RDP tersebut, Kepala BNPP/Basarnas melaporkan bahwa pengerahan kekuatan untuk operasi SAR di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat merupakan yang terbesar sepanjang 2024–2025. Lebih dari 6.000 personel dikerahkan sejak bencana hidrometeorologi melanda kawasan tersebut pada 25 November 2025. Kapasitas ini menunjukkan upaya maksimal untuk mempercepat pencarian dan penyelamatan di titik-titik terdampak.
Peralatan SAR yang digunakan mencakup helikopter, drone thermal, kapal laut, perahu karet, truk, dan berbagai kendaraan taktis yang dikirim dari sejumlah kantor SAR di Sumatera dan Jakarta. Basarnas menyatakan bahwa kekuatan ini masih dapat ditambah seiring kebutuhan di lapangan, termasuk dukungan kapal dan helikopter tambahan untuk menjangkau wilayah yang masih terisolasi. Penguatan ini diharapkan dapat mempercepat evakuasi dan membuka akses ke daerah yang sulit dijangkau.
Google News: http://bit.ly/4omUVRy
Terbaru: https://jurnas.com/redir.php?p=latest
Langganan : https://www.facebook.com/jurnasnews/subscribe/
Youtube: https://www.youtube.com/@jurnastv1825?sub_confirmation=1
Komisi V DPR BMKG dan BNPB Tekan Risiko Bencana Ancaman Bencana Alam Penguatan SAR dan Sistem Pe



























