Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDIP, Darmadi Durianto. (Foto: Dok. Pontas.Id)
Jakarta, Jurnas.com - Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PDIP, Darmadi Durianto merespons Gugatan uji materiil dari sejumlah mahasiswa terhadap Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Dia menegaskan bahwa gagasan tersebut berpotensi memicu kekacauan di tingkat bawah.
"Kalau soal melakukan judicial review ke MK itu hak masyarakat. Hak mahasiswa juga sebagai warga masyarakat. Tapi memang nanti harus dijelaskan, nanti kalau rakyat bisa memecat anggota DPR tentu nanti mekanismenya seperti apa, lewat jalur apa, itu yang paling penting kan,” kata Darmadi kepada wartawan di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (20/11).
Bukan tanpa alasan, menurutnya, mekanisme pergantian antar waktu (PAW) untuk Anggota DPR sepenuhnya berada di tangan partai politik. Itu sebagaimana telah diatur dalam UU.
Aturan saat ini tidak mengenal mekanisme pemecatan langsung oleh rakyat. Karena itu, jika ide tersebut ingin diterapkan, MK perlu mengulas secara mendalam aspek hukum dan teknisnya.
"Rakyat yang mana? Mekanismenya seperti apa? Itu yang nanti harus dipertimbangkan karena aturannya juga nggak ada rakyat bisa langsung memecat anggota DPR sampai saat ini, kecuali aturan itu bisa dirubah dan mekanismenya seperti apa ya harus dijelaskan dan dianalisis oleh MK juga," tegas Legislator PDIP itu.
Darmadi juga menanggapi kritik bahwa proses pergantian antar waktu (PAW) yang sepenuhnya dipegang partai dianggap terlalu eksklusif dan mengabaikan kedaulatan rakyat. Baginya, aspirasi rakyat sangat beragam dan tidak bisa disederhanakan sebagai satu suara tunggal.
“Kepentingan rakyat dan variasi rakyat itu kan juga banyak sekali ya. Jadi artinya ada yang mendukung ada yang menolak. Ada yang nanti mendukung anggota DPR yang sudah mereka pilih ada juga yang menolak. Seperti saya di DKI. Kalau rakyat menolak saya nanti 5 tahun lagi dia jangan pilih saja kan begitu kan. Karena itu evaluasi 5 tahunan," tegasnya.
Durianto pun mengingatkan, bila pemecatan anggota DPR diserahkan langsung kepada rakyat di tengah periode, potensi konflik justru bisa sangat besar.
“Jadi itu yang nanti harus lebih terperinci gitu. Kalau misalnya rakyat bisa memecat, nanti akan terjadi kekacauan juga, chaos di bawah juga. Rakyat ini mendukung rakyat yang ini tidak mendukung, nanti keputusannya gimana? Jadi tidak mudah juga menurut saya begitu,” pungkasnya.
Sebelumnya, lima mahasiswa bernama Ikhsan Fatkhul Azis, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, Muhammad Adnan, dan Tsalis Khoirul Fatna, mengajukan uji materiil terhadap UU tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3) ke Mahkamah Konstitusi Konstitusi (MK).
Gugatan mereka telah teregister dengan nomor perkara 199/PUU-XXIII/2025.
Mereka menguji Pasal 239 ayat (2) huruf d, yang menyatakan anggota DPR dapat diberhentikan antarwaktu jika “diusulkan oleh partai politik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Dalam petitumnya, para pemohon meminta MK menafsirkan aturan tersebut menjadi “diusulkan oleh partai politiknya dan/atau konstituen di daerah pemilihannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Google News: http://bit.ly/4omUVRy
Terbaru: https://jurnas.com/redir.php?p=latest
Langganan : https://www.facebook.com/jurnasnews/subscribe/
Youtube: https://www.youtube.com/@jurnastv1825?sub_confirmation=1
Warta DPR Legislator PDIP Komisi VI Darmadi Durianto gugatan UU MD3 rakyat pecat anggota DPR



























