Ilustrasi Hukum
Jakarta, Jurnas.com - Tiga hakim yang menjadi terdakwa dalam kasus dugaan suap pengurusan vonis lepas perkara korupsi ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) dituntut hukuman 12 tahun penjara dan denda sebesar Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Tiga hakim tersebut terdiri dari Djuyamto, Agam Syarief Baharudin, dan Ali Muhtarom. Jaksa Penuntut Umum menilai ketiganya terbukti menerima suap total Rp40 miliar dari tiga terdakwa korporasi.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 12 tahun dikurangi sepenuhnya dengan lamanya terdakwa ditahan dengan perintah agar terdakwa tetap dilakukan penahanan di Rutan," kata Jaksa saat membacakan amar tuntutan pidana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 29 Oktober 2025.
Selain tuntutan pidana badan, ketiga terdakwa juga dituntut untuk membayar uang pengganti. Terdakwa Djuyamto dituntut membayar uang pengganti sejumlah Rp9,5 miliar.
Sementara, terdakwa Agam Syarief dan Ali Muhtarom dituntut untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp6,2 miliar.
Apabila para terdakwa tidak dapat membayar uang pengganti tersebut paling lama 1 bulan setelah putusan memiliki kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk membayar uang pengganti.
"Dan dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda lagi yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama 5 tahun," kata jaksa.
Djuyamto dkk dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi korupsi menerima suap secara bersama-sama sebagaimana diancam pidana Pasal 6 ayat 2 juncto Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Dalam menjatuhkan tuntutan pidana tersebut, jaksa mempertimbangkan sejumlah hal yang memberatkan dan meringankan.
Hal memberatkan adalah perbuatan Djuyamto dkk tidak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
Perbuatan para terdakwa telah mencederai kepercayaan masyarakat khususnya terhadap institusi lembaga peradilan yudikatif, dan para terdakwa telah menikmati hasil tindak pidana.
Sedangkan hal meringankan adalah para terdakwa bersikap kooperatif dan mengakui perbuatannya, serta belum pernah dihukum.
Untuk diketahui, Djuyamto selaku hakim ketua, serta dua hakim anggota, Agam Syarief Baharudin dan Ali Muhtarom, didakwa menerima suap untuk memberikan vonis lepas kepada tiga korporasi dalam perkara korupsi CPO ini.
Ketiga korporasi itu ialah PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group. Total suap yang diterima sebesar Rp 40 miliar dalam bentuk mata uang asing.
Penerimaan itu diduga dilakukan terdakwa Djuyamto, Agam Syarief, dan Ali Muhtarom bersama dengan mantan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta melalui panitera muda nonaktif PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan.
Uang itu diterima dari Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan dari M. Syafei selaku advokat atau pihak yang mewakili kepentingan terdakwa tiga korporasi tersebut.
KEYWORD :Hakim Djuyamto Dutuntut Suap Vonis Lepas Korupsi Ekspor CPO Wilmar Group




















