
Wakil Ketua Umum BPP Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI), Erwin Taufan. Foto: dok. jurnas
JAKARTA, Jurnas.com - Gabungan importir nasional seluruh Indonesia (GINSI) mendukung kebijakan Pemerintah Indonesia mengenai jaminan kehalalan sejumlah produk yang diimpor atau yang masuk ke dalam negeri.
Kendati begitu, diperlukan sosialisasi yang lebih masif kepada pelaku usaha/importirnya, serta adanya pengawasan yang lebih ketat pada implementasinya agar bisa lebih transparansi dalam alur proses-nya (Lintas Kementerian dan Lembaga) termasuk jika terdapat biaya yang muncul atas sertifikasi produk impor tersebut, lantaran semakin dekatnya waktu implementasi penuh atas regulasi itu yakni pada tahun depan.
"Perlu dilakukan sosialisasi yang lebih masif dan komprehensif, termasuk bagaimana jika muncul biaya terhadap kewajiban sertifikasi halal tersebut, apakah ditanggung oleh importir atau dibebankan kepada konsumen akhir," ujar Wakil Ketua Umum BPP GINSI, Erwin Taufan, melalui keterangan resminya pada Rabu (24/9/2025).
Dia menegaskan, GINSI mendukung implementasi regulasi itu, untuk memberikan kepastian dan perlindungan terhadap masyarakat muslim atas produk terutama makanan dan minuman serta kosmetik dan sejenisnya di dalam negeri.
"Kuncinya, pengawasan perlu diperketat oleh instansi terkait, sehingga tidak terjadi lagi kasus impor wadah makanan (food tray) program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diduga terkontaminasi pelumas berbahan babi dalam proses pencetakannya," ujar Taufan.
Dia memaparkan, Jaminan Produk Halal telah diatur melalui UU No 33 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah No 42 tentang Penyelenggaran Jaminan Produk Halal.
Dalam beleid itu ditegaskan, yang disebut produk adalah barang dan/atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat. Adapun produk halal yakni Produk yang telah dinyatakan halal sesuai dengan syariat Islam.
Dalam UU No 33/ 2014, juga ditegaskan bahwa proses Produk Halal yang selanjutnya disingkat PPH adalah rangkaian kegiatan untuk menjamin kehalalan Produk mencakup penyediaan bahan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian Produk.
Adapun dalam Peraturan Pemerintah No:42/1024, menegaskan bahwa Pemerintah bertanggung jawab dalam menyelenggarakan jaminan produk halal atau JPH, dan penyelenggaraan JPH dilaksanakan oleh Menteri terkait.
Taufan menambahkan, pada prinsipnya pelaku importir mendukung regulasi tersebut, menyusul potensi perdagangan produk halal di dalam negeri maupun di level global.
Dia mengatakan, berdasarkan data Kementerian Perdagangan RI, impor produk halal Indonesia pada 2024 mencapai US$20 miliar.
Sosialisasi KNEKS
Taufan mengungkapkan, pada Selasa 23 September 2025, GINSI juga telah menghadiri sosialisasi yang dilaksanakan Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) di Kantor Kemenkeu mengenai Pemberlakuan wajib halal berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentangJaminan Produk Halal (UU JPH) dan Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2024 tentang penyelenggaraan bidang jaminan produk halal.
"Kebijakan ini secara langsung berdampak terhadap tata niaga impor, sehingga perlu dirumuskan aturan dan mekanisme impor produk halal yang pada akhirnya berdampak pada ekonomi," ucap Taufan.
Saat ini, Pemerintah Indonesia terus berupaya memperkuat jaminan kehalalan produk di Tanah Air dan telah mewajibkan sertifikasi halal bagi seluruh produk yang beredar. Produk yang dimaksud berupa barang dan/atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat.
Pemerintah juga tengah mendorong penguatan industri halal melalui sertifikasi, pembiayaan syariah, dan pembangunan kawasan industri halal antara lain kawasan industri halal di Jawa Barat, Banten, dan Jawa Timur.
KEYWORD :GINSI Aturan impor Produk halal