
Aktivis 98, Nezar Patria usai menjadi pembicara dalam diskusi 25 Tahun Reformasi di Graha Pena 98, Jakarta, Selasa (16/5). (Foto: Dok. Jurnas.com)
Jakarta, Jurnas.com - Pemerintah menegaskan tidak mempermasalahkan jumlah akun media sosial yang dimiliki seseorang, asalkan seluruhnya terverifikasi melalui single ID atau digital ID.
"Kalau misalnya single ID dan digital ID ini bisa diterapkan, sebetulnya enggak masalah dia mau punya akun medsos satu atau dua atau tiga, sepanjang autentikasi dan verifikasinya itu bisa dilakukan," kata Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi) Nezar Patria menanggapi wacana anggota DPR RI yang usulkan satu orang hanya boleh memiliki satu akun medsos.
Ia menegaskan usulan tersebut perlu diluruskan karena lebih tepat dipahami sebagai penguatan tata kelola data berbasis identitas digital, bukan pembatasan akun.
KUR Perumahan Disebut Bisa serap 9 Juta Pekerja
"Satu akun ini mungkin yang harus diklarifikasi, ini mungkin merujuk kepada single ID dan juga digital ID," ujarnya.
Nezar memastikan regulasi itu tidak dimaksudkan untuk membatasi kebebasan berekspresi.
"Tidak ada pembatasan kebebasan berekspresi di sini. Ini hanya untuk memitigasi dari seluruh risiko kalau ada konten-konten negatif," katanya.
Sistem single ID sebenarnya bukan hal baru karena pemerintah sudah lama mencanangkannya melalui kebijakan Satu Data Indonesia, Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) tentang Identitas Kependudukan Digital (IKD).
Sistem tersebut, menurut Nezar, memungkinkan verifikasi dan autentikasi kependudukan yang lebih kuat.
"Yang kita inginkan adalah ruang digital yang aman dan bertanggung jawab buat publik sehingga dia bisa lebih banyak membawa manfaat," ucapnya.
Menurut Nezar, tata kelola data pribadi perlu dituntaskan dari hulu ke hilir. Di hulu, proses registrasi kartu SIM harus sesuai dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) agar setiap pengguna tercatat dengan identitas yang benar.
Saat ini, satu NIK masih bisa dipakai untuk mendaftarkan maksimal tiga nomor per operator seluler. Namun celah itu kerap disalahgunakan, misalnya lewat praktik cloning data dan jual beli SIM prabayar secara bebas.
"Akibatnya `scamming` kemudian kejahatan-kejahatan online dengan identitas palsu atau memakai data orang lain itu terjadi," kata Nezar.
Sementara di hilir, platform media sosial dituntut memiliki mekanisme pengendalian agar setiap akun dapat ditelusuri (traceable) ke identitas digital pemiliknya.
Dengan begitu, penyebaran konten negatif bisa dicegah dan tetap ada pertanggungjawaban hukum manakala pelanggaran terjadi.
"Boleh punya akun berapa, tetapi harus ada `traceability`-nya juga, harus bisa dilacak ke single ID ataupun digital ID yang dimiliki. Sehingga kalau ada konten negatif yang melanggar norma, itu ada pertanggungjawabannya," tutur Nezar.(ant)
KEYWORD :Komdigi Media Sosial Nezar Patria