Minggu, 14/09/2025 16:23 WIB

Penelitian Ungkap Penyebab Mengejutkan Kram Otot, Bukan Cuma Dehidrasi!

Kram otot saat pertandingan sering menjadi momok bagi atlet dari berbagai cabang olahraga. Penelitian ungkap penyebabnya bukan cuma dehidrasi

Ilustrasi - Kram otot (foto: Pexels/Towfiqu barbhuiya)

Jakarta, Jurnas.com - Kram otot saat pertandingan sering menjadi momok bagi atlet dari berbagai cabang olahraga. Meski selama ini dikaitkan dengan dehidrasi atau kekurangan elektrolit, riset baru mengungkap faktor lain yang tak kalah krusial.

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa jenis dan karakteristik permukaan lapangan berperan besar dalam memicu kram otot. Temuan ini menggugurkan anggapan lama bahwa asupan cairan adalah satu-satunya penyebab utama.

Michael Hales, pakar fisiologi olahraga dari Kennesaw State University, mengungkap bahwa permukaan yang terlalu kaku atau terlalu lentur dapat mempercepat kelelahan neuromuskular. Kelelahan ini menciptakan ketidakseimbangan sinyal antara otak dan otot yang memicu kontraksi tak terkendali—alias kram.

Ketika otot mulai lelah, sistem saraf mengirim sinyal yang tumpang tindih antara perintah untuk berkontraksi dan berelaksasi. Akibatnya, otot bisa ‘terjebak’ dalam kondisi tegang berkepanjangan tanpa kendali.

Faktor ini menjadi lebih signifikan ketika atlet berlatih di satu jenis permukaan, lalu bertanding di permukaan yang berbeda. Perubahan mendadak ini membuat otot belum sempat beradaptasi, sehingga risiko kram meningkat.

Dalam salah satu studi, aktivitas otot hamstring meningkat hingga 50 persen hanya karena perubahan jenis lapangan, meskipun latihan yang dilakukan identik. Temuan ini memperkuat dugaan bahwa tubuh merespons secara berbeda terhadap sifat mekanik lapangan.

Selain itu, otot-otot besar yang melintasi beberapa sendi seperti hamstring menjadi lebih rentan karena peran sentralnya dalam gerakan cepat dan eksplosif. Ketika permukaan memengaruhi beban kerja otot, kelelahan pun muncul lebih awal.

Maka dari itu, penyesuaian latihan dengan kondisi lapangan pertandingan menjadi hal yang tak bisa diabaikan. Atlet perlu dibiasakan sejak awal dengan jenis permukaan yang akan mereka hadapi dalam kompetisi sesungguhnya.

Beberapa peneliti bahkan mengusulkan pembuatan basis data nasional yang merekam karakteristik lapangan pertandingan di berbagai wilayah. Data ini bisa menjadi acuan pelatih dalam merancang program latihan yang lebih adaptif.

Sebagai contoh, tim sepak bola yang terbiasa berlatih di rumput sintetis lunak bisa mengalami kram jika langsung bermain di lapangan yang lebih keras tanpa penyesuaian. Begitu pula dengan tim basket yang berpindah dari lantai kayu baru ke lapangan lama yang lebih licin atau empuk.

Adaptasi semacam ini bertujuan menyesuaikan sistem neuromuskular terhadap beban sebenarnya di lapangan. Dengan begitu, tubuh tak ‘kaget’ saat menghadapi medan yang berbeda dan bisa mengurangi potensi cedera.

Meski demikian, hidrasi dan nutrisi tetap menjadi fondasi penting dalam performa atletik. Namun kini jelas bahwa pencegahan kram membutuhkan pendekatan yang lebih menyeluruh dan berbasis sains.

Dengan bantuan teknologi seperti sensor tubuh dan kecerdasan buatan, risiko kram bahkan bisa diprediksi sebelum terjadi. Pelatih dapat menyesuaikan latihan atau strategi pergantian pemain secara real-time berdasarkan kondisi fisik aktual atlet.

Langkah ini membuka peluang baru dalam dunia olahraga untuk mengelola kelelahan dan mencegah cedera secara proaktif. Pada akhirnya, atlet dapat tampil maksimal tanpa gangguan kram yang selama ini dianggap tak terelakkan. (*)

Sumber: Science Alert

KEYWORD :

Kram Otot Penyebab kram Aktivitas otot Dehidrasi




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :