
Anggota Baleg DPR RI dari Fraksi PKS, Ledia Hanifa Amaliah. (Foto: Dok. Mina News)
Jakarta, Jurnas.com - Perlindungan pekerja migran Indonesia (PMI) membutuhkan regulasi yang komprehensif dan mampu menjawab tantangan lintas negara.
Hal itu diutarakan Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Ledia Hanifa dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Baleg DPR RI bersama Komnas Perempuan dan Komunitas Masyarakat Tanggap Hukum terkait pembahasan RUU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (RUU P2MI), di gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (11/9).
10 Ucapan untuk Rayakan Hari Radio Nasional
Politikus PKS ini menilai, karakteristik pekerjaan migran sangat beragam, mulai dari nelayan di kapal kecil hingga pekerja domestik di berbagai negara. Karena tiap negara memiliki aturan berbeda, maka diperlukan payung hukum yang kuat serta diplomasi bilateral maupun multilateral agar hak-hak PMI tetap terlindungi.
“RUU ini harus bisa menjadi payung, sehingga ke manapun para pekerja migran ditempatkan, perlindungan mereka tetap berlaku. Diplomasi dengan negara tujuan menjadi sangat penting untuk memastikan standar perlindungan itu berjalan,” kata Ledia.
Legislator dapil Jawa Barat I ini juga menyoroti pentingnya standar minimum perlindungan bagi PMI yang meliputi jaminan sosial, upah layak, dan keselamatan kerja. Namun karena setiap negara memiliki sistem hukum berbeda, pekerja harus dibekali pengetahuan regulasi negara tujuan sebelum berangkat.
“P3MI (Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia) harus serius membekali pekerja dengan pengetahuan regulasi di negara tujuan. Dengan begitu, PMI bisa memahami hak dan kewajiban mereka sejak awal,” pungkasnya.
Polusi Udara Bikin Kulit dan Rambut Rentan Rusak
Ledia menambahkan, melalui pembahasan RUU P2MI, DPR mendorong hadirnya sistem perlindungan menyeluruh yang tidak hanya berlaku di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri melalui penguatan peran diplomasi dan pengawasan.
KEYWORD :
Warta DPR Baleg RUU P2MI perlindungan pekerja migran PMI Ledia Hanifa