
Anggota Baleg DPR RI Habib Syarief Muhammad Alaydrus. (Foto: Dok. Parlementaria)
Jakarta, Jurnas.com - Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) akan menjadi manifestasi dalam penegakan amanat moral dan konstitusional untuk menegakkan keadilan sosial.
Hal itu sebagaimana diutarakan Anggota Badan Legislasi DPR RI Habib Syarief Muhammad dalam keterangannya, Rabu (10/9).
Komisi III DPR Siap Bahas RUU Perampasan Aset
Menurutnya, Pasal 27 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan secara tegas setiap warga negara berhak mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak.
Hal itu, kata dia, harus dibaca sebagai satu kesatuan utuh, yang bukan hanya soal menyediakan lapangan kerja, melainkan juga memastikan terlindunginya hak-hak pekerja secara penuh.
"RUU PPRT nantinya akan menjadi benteng hukum dan moral bagi jutaan pekerja rumah tangga di tanah air yang menuntut keadilan dan penghormatan layak," kata Syarief.
Dia menjelaskan, pengesahan RUU PPRT merupakan manifestasi konkret kewajiban negara menebus “dosa besar” pengabaian hak-hak kelompok pekerja yang selama ini terpinggirkan dan kurang mendapat perlindungan memadai.
Dalam hal ini, menurut dia, tidak boleh ada ruang penafsiran bagi pemberi kerja untuk dapat memilih tidak menanggung iuran jaminan sosial ketenagakerjaan dalam ‘kesepakatan kerja’ sebagaimana tertera pada Pasal 16 ayat (2) RUU.
"Ini adalah preseden berbahaya yang memungkiri amanat hukum dan kemanusiaan," kata Syarief.
Lebih jauh, dia menyebutkan bahwa jumlah pekerja rumah tangga di Indonesia yang mencapai 4,2 juta orang, dengan rincian 84 persennya adalah perempuan. Selain itu, menurut dia, data global yang menyebut bahwa 1 dari 22 pekerja di seluruh dunia adalah PRT.
Merujuk pada hal tersebut, dia mengatakan bahwa profesi PRT yang cenderung diasosiasikan sebagai pembantu rumah tangga, memiliki dampak sosial dan ekonomi yang melekat.
“Sudah seharusnya PRT dimaknai sebagai pekerja profesional dalam spektrum ketenagakerjaan nasional untuk saat ini.”
RUU itu, kata dia, harus mengadopsi nilai-nilai dalam Konvensi ILO (International Labour Organization) Nomor 189 Tahun 2011 tentang Kerja Layak bagi PRT, yang memberikan standar internasional untuk pengakuan, perlindungan, dan penghargaan atas profesi pekerja rumah tangga.
Kekecewaan besar, kata dia, muncul karena Indonesia hingga saat ini belum juga meratifikasi konvensi tersebut. Untuk itu, dia menilai RUU ini menjadi momentum bersejarah untuk menyelaraskan hukum nasional dengan nilai-nilai HAM dan keadilan global.
"Ini adalah sebuah alarm keras, bukti nyata pengabaian negara terhadap hak asasi manusia dasar para pekerja yang menopang kehidupan rumah tangga masyarakat kita,” demikian Syarief.
KEYWORD :
Warta DPR Baleg RUU PPRT pekerja rumah tangga Habib Syarief Muhammad