Jum'at, 17/05/2024 13:49 WIB

Pimpinan MPR Soroti Kasus Mintarsih: Ketidakadilan Tidak Boleh Terjadi

Kata adil itu muncul dua kali kan, dari sila kelima kepanjangannya karena kita sudah berada di posisi 78 tahun Indonesia Merdeka, harusnya ada grafik yang kalau pun ada masalah tapi grafiknya menunjukkan naik gitu.

Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid. (Foto: Humas MPR)

Jakarta, Jurnas.com - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid angkat bicara soal upaya hukum yang dilakukan oleh pemilik sebagian saham di PT Blue Bird Taxi, Mintarsih Abdul Latief.

Menurut dia, cita-cita ingin menjadi Indonesia medeka dulu, adalah untuk lepas dari ketidakadilan dan depresi penjajahan yang dilakukan oleh penjajah Belanda. Sehingga, tegas Hidayat bahwa kata dasar itulah, maka dalam pancasila kita ada kata-kata adil.

"Kata adil itu muncul dua kali kan, dari sila kelima kepanjangannya karena kita sudah berada di posisi 78 tahun Indonesia Merdeka, harusnya ada grafik yang kalau pun ada masalah tapi grafiknya menunjukkan naik gitu," tuturnya kepada wartawan, Jumat (25/8).

Dikatan Hidayat lagi, terwujudnya keadilan sangat menentukan bagi kemajuan bangsa dan negara. "Sehingga rakyat percaya bahwa kita berada di alam merdeka dengan penegakan keadilan yang terlihat setiap tahun lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.

Didampingi Kamaruddin Simanjuntak selaku pengacaranya, Mintarsih melaporkan Purnomo Prawiro Mangkusudjono ke Bareskrim Mabes Polri dengan nomor: LP/B/216/VIII/2023/SPKT/BARESKRIM POLRI tanggal 2 Agustus 2023, ditandatangani IPTU Yudi Bintoro (Kepala Subbagian Penerimaan Laporan), menyusul berbagai kalangan pun ikut menyoroti permasalahan hukum tersebut.

Selain juga menyangkut keberlangsungan hidup orang banyak, sesungguhnya apa yang diperjuangkan Mintarsih pun menjadi bagian dari tolak ukur sejauh apa capaian lembaga hukum di tanah air dalam memberikan keadilan bagi rakyatnya.

Sementara itu, Pakar Hukum Pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Prof. Dr. Mudzakkir., SH., MH menanggapi berbagai persoalan hukum yang diduga kerap kali hanya berjalan di tempat, dan bahkan berlarut-larut tanpa adanya kepastian hukum.

"Kalau terkait masalah pidana pada umumnya mereka, penegak hukum itu masih timbang-timbang (menimbang), karena kalau diproses harus memerlukan biaya dan biaya yang keluar dari negara juga itu besar. Kalau tidak diproses juga itu kadang-kadang juga itu, apa namanya itu juga (hak) warga negara, jadi di situ dilematis," ujar Mudzakkir.

Soal hukum pidana, lanjutnya memang ternyata tidak didesain untuk memulihkan kembali kerugian aset atau keuangan yang diderita oleh korban. “Tapi adil itu parameternya adalah memasukan ke penjara," ungkapnya.

Sehingga kata Mudzakkir, uang atau aset tidak kembali tapi kompensasi dalam bentuk masuk penjara. “Ini kadang-kadang agak problem ya, memang meanset hukum pidana sudah mulai bergeser tidak seperti itu lagi, jadi esensi pokok yang dikembangkan sekarang itu yakni restoratif justice, itu diharapkan bergeser dari yang semula itu tujuannya memenjarakan orang supaya kapok, nah sekarang bergeser, tujuannya bertanggung jawab terhadap perbuatannya, termasuk bertanggung jawab terhadap perbuatan-perbuatannya plus akibatnya," ujarnya.

Sebelumnya Mintarsih menjelaskan bahwa saat ia ke Bareskrim sudah memberikan semua bukti-bukti terkait laporannya.

"Pada waktu itu sudah saya berikan semua bukti, jadi itu semua bukti asli saya perlihatkan, lalu fotocopy saya berikan dan disitu mulai saya beberkan mulai dari awal sampai akhir dan terkena pasal 266, 372 dan 374, hubungannya adalah dengan masalah awal," ungkap Mintarsih, belum lama ini.

"Dimana saya keluar sebagai pengurus, tetapi kenapa kok harta saya dihilangkan, jadi bagi saya itu tidak masuk akal, tapi sekarang pengacara notaris yang membuat akte itu pada saat dipanggil oleh pak Kamarudin, mengatakan sebetulnya harta saya tetap ada, dengan penekanan seharusnya saya sebagai persero bukan semua habis karena saya mundur sebagai pengurus," ucapnya.

Kemudian Mintarsih juga berikan bukti-bukti, bahwa bagaimana permintaan saya untuk keluarganya pengurus, kemudian ada lagi mereka bikin akte, baru, tapi akte itu tidak diakui oleh tempat registrasinya, tidak diakui oleh kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

“itu secara tertulis ditulis bahwa itu tidak terdaftar, itu artinya apa, kok bisa di dan tetap di anggap sebagai kebenaran kan kok sudah diakui tidak terdaftar tidak diakui namanya, demikian juga mereka pindah lagi dari persero komandita menjadi perseroan terbatas di situ juga terjadi lagi masalah," bebernya.

 

KEYWORD :

Warta MPR Hidayat Nur Wahid PKS Mintarsih Blue Bird




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :