Jum'at, 17/05/2024 13:47 WIB

OPINI

Peran dan Kemandirian Mekanisasi Pertanian Terukur

Pemerintahan Jokowi sejak 2014 hingga 2022 ini, dapat disimpulkan sebagai era kebangkitan mekanisasi pertanian modern dan jumlahnya pun terbesar sepanjang sejarah Indonesia. 

Abiyadun, Humas Kementerian Pertanian.

Abiyadun*

Pemerintahan Jokowi sejak 2014 hingga 2022 ini, dapat disimpulkan sebagai era kebangkitan mekanisasi pertanian modern dan jumlahnya pun terbesar sepanjang sejarah Indonesia. Bagaimana tidak, mekanisasi pertanian di era sebelumnya bagi masyarakat adalah barang yang unik, itu pun jenisnya masih di level bawah dan jumlahnya sedikit.

Misalnya, dulu hanya ada traktor roda dua belum ada traktor roda empat. Dulu pun belum ada mesin panen padi (combine harvester), tapi sekarang jumlah alat ini sangat banyak dan penyebarannya merata di seluruh Indonesia, hingga ada di wilayah negeri. Di era Presiden Jokowi, alat mesin pertanian hadir dengan fantastis dan berbagai jenis yang canggih, bahkan ada yang dikendalikan dengan remote.

Data Kementerian Pertanian menyebutkan, realisasi bantuan alsintan dari tahun 2010 hingga 2015 masing-masing sebanyak 8.220 unit, 3.087, 21 unit.145, 6.292 unit, 12.086 unit, dan 65.431.

Angka ini memperlihatkan bantuan alat dan mesin pertanian di tahun 2015 fantastis naik 617 persen. Pada tahun 2017 - 2021 Kementerian Pertanian telah menyalurkan sebanyak 269.864 unit alsintan sejumlah Rp 7,25 triliun telah dialokasikan dan diterima petani di seluruh Indonesia untuk mendukung pengolahan lahan tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan.

Di tahun 2022 dan ke depannya pun, alat mesin pertanian masih menjadi perhatian utama pemerintah. Di sektor pertanian, alsintan bak garam dalam sebuah masakan. Tak heran, Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo di berbagai kesempatan menegaskan untuk menguatkan sektor pertanian dan memenangkan berbagai tantangan global yang mengancam pertanian, kuncinya adalah mekanisasi pertanian.

Mekanisasi pertanian diharapkan dapat meningkatkan efisiensi tenaga manusia, derajat dan taraf hidup petani, kuantitas dan kualitas produksi pertanian, memungkinkan pertumbuhan tipe usaha tani dari tipe subsisten (subsistence farming) menjadi tipe pertanian perusahaan (commercial farming), serta mempercepat transisi bentuk ekonomi Indonesia dari sifat agraris menjadi sifat industri (Wijanto 2002).

Penerapan mekanisasi pertanian memberikan manfaat nyata, penghematan tenaga kerja sebanyak 70 hingga 80 persen, penghematan biaya produksi 30 hingga 40 persen, peningkatan produksi 10 hingga 20 persen, dan penurunan kehilangan (losses) saat panen dari 10 persen menjadi 20 persen.

Jika diasumsikan penurunan losses 20 persen, dari luas sawah padi di Indonesia 14 juta ha dengan tingkat produksi rata-rata nasional 5 ton per ha, dapat menyelamatkan 14 juta ton gabah kering panen (GKP). Kemudian, apabila diasumsikan harga GKP Rp 3.700 per kg, maka uang yang diselamatkan sebanyak Rp 5,18 triliun. Artinya dari satu dampak positif saja penerapan mekanisasi, sektor pertanian mampu memberikan kontribusi besar pada perekonomian negara.

Tak heran, di tengah kondisi pandemi wabah COVID-19 yang menjadi momok menakutkan untuk semua sektor, namun justru sektor pertanian satu-satunya yang paling tangguh. Selama pandemi, Kementerian Pertanian terus menopang ketersediaan pangan dan peningkatan kesejahteraan petani. Percepatan ketersediaan pangan ini ditopang dengan mekanisasi pertanian sehingga optimal.

Alhasil, Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa PDB Indonesia kuartal II 2020 tumbuh -5,32% jika dibandingkan dengan kuartal II 2019 (year on year/YoY), dan tumbuh -4,19% jika dibandingkan dengan kuartal I 2020 (quarter on quarter/QoQ).

Tapi di balik angka tersebut, terdapat fakta yang membuat kita heran. PDB pertanian justru melesat mencapai 16,24% pada triwulan II (QoQ). Bahkan, catatan dari YoY, hanya pertanian yang tetap tumbuh positif hingga 2,19%. Pertumbuhan sektor pertanian merupakan bantalan atau penyelamat pertumbuhan ekonomian nasional.

Pengadaan Mesin Pertanian

Lalu bagaimana dengan sumber pengadaan alat mesin pertanian? Apakah menyuburkan industri negara lain atau mengutamakan karya anak bangsa atau industri dalam negeri? Jika mengacu pada sejarah, di tahun 1966 Indonesia mengimpor alat mesin pertanian yang sangat banyak untuk membantu pengembanganya.

Ini menarik untuk diulas dan diungkapkan ke publik agar tidak terjadi kegagalan berpikir. Jangan sampai di satu sisi sukses menghadirkan dan membangun peradaban mekanisasi pertanian, tapi sisi lain alat mesin pertaniannya tidak berdirikari, alias menghidupkan industri atau buatan impor.

Terdapat dua indikator untuk menilai apakah alat mesin pertanian yang Indonesia gunakan atau distribusikan kepada petani itu dominan produk impor atau karya anak bangsa. Dua indikator itu adalah aturan main yang menjadi acuan pengadaan dan komitmen menerapkan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN).

Melansir data Biro Umum dan Pengadaan Kementerian Pertanian, pengadaan alat mesin pertanian di Kementerian Pertanian berpedoman pada Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, tanggal 2 Februari 2021, pasal 66 tentang kewajiban menggunakan produk dalam negeri dan UU 22 Tahun 2019 Tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan, pasal 65 dan 66 tentang kewajiban penggunaan produk yang memiliki SPPT SNI. Artinya, pengadaan alat mesin pertanian mengutamakan karya anak bangsa yang sudah memiliki sertifikat TKDN.

Di era Mentan Syahrul pengembangan industri alsintan dalam negeri tidak boleh biasa-biasa saja, tapi harus serius dengan kerja keras. Tak hanya mengutamakan bagi-bagiKarena itu, salah satu upaya nyata yang segera dilakukan adalah TKDN alat mesin pertanian buatan dalam negeri tidak boleh terus berada di posisi 42 persen, tapi harus di atas 50 persen.

Dari fakta ini, terlihat jelas bahwa pemerintah benar-benar memiliki keberpihakan yang bulat untuk kemandirian menggunakan alat mesin pertanian dalam negeri. Alat mesin pertanian karya anak bangsa menjadi prioritas. Indonesia pun sebagai negara berkembang, yang terikat dengan aturan main perdagangan internasional, tentu tidak bisa arogan menggunakan alat mesin pertanian 100 persen buat dalam negeri. Selama penggunaan dalam negeri lebih tinggi, tidak menjadi soal jika sebagian impor. Toh, ke depannya inovasi dan produksi alat mesin pertanian dalam negeri terus ditingkatkan.

Oleh karena itu, kemajuan alat mesin pertanian karya anak bangsa harus menjadi pekerjaan bersama semua kementerian dan lembaga pemerintah. Terutama perguruan tinggi, harus mengambil peran terdepan karena pada dasarnya jendela lahirnya inovasi dan teknologi adalah perguruan tinggi.

Abiyadun, Humas Kementerian Pertanian.

KEYWORD :

Mekanisasi Pertanian Joko Widodo Syahrul Yasin Limpo




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :