Jum'at, 04/10/2024 21:47 WIB

Aktivis 98 Ajak Semua Pihak Hormati Proses Hukum Gibran dan Kaesang di KPK

Pemerintah hari ini seharusnya belajar dari kegagalan Suharto. Masalah di era Suharto selain persoalan ekonomi adalah korupsi yang merajalela, dan anak-anaknya yang berbisnis tidak wajar dengan cara `dagang kekuasaan` bapaknya.

Aktivis 98 yang juga Direktur LIMA, Ray Rangkuti (dua dari kanan). (Foto: Dok. Ist)

Jakarta, Jurnas.com - Meski tak ada larangan bagi anak pejabat untuk berbisnis, bukan berarti dagang kekuasaan orang tua untuk mendapatkan modal usaha dari pengusaha-pengusaha bermasalah dapat dibenarkan.

"Pemerintah hari ini seharusnya belajar dari kegagalan Suharto. Masalah di era Suharto selain persoalan ekonomi adalah korupsi yang merajalela, dan anak-anaknya yang berbisnis tidak wajar dengan cara `dagang kekuasaan` bapaknya," tutur Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi dalam acara diskusi yang diselenggarakan Forum Tebet, kemarin.

Dugaan praktik dagang kekuasaan yang terjadi di era pemerintahan sekarang ini, menurut Uchok, ada simbiosis mutualisme yang sangat kentara sekali.

Misalnya, sebut Uchok, perusahaan Harapan Bangsa Kita atau dikenal GK Hebat, yang menjadi induk usaha untuk sejumlah bisnis kuliner yang dijalankan oleh putra Presiden Joko Widodo, yakni, Gibran dan Kaesang ternyata terbentuk dari dari kongsi tiga perusahaan, masing-masing PT Siap Selalu Mas milik Gibran dan Kaesang; PT Wadah Masa Depan yang terafiliasi dengan keluarga Gandi Sulistiyanto (Direktur Utama Sinar Mas); dan PT Gema Wahana Jaya milik keluarga Theodore Permadi Rachmat.

"Perusahaan Sinar Mas dan salah satu perusahaan milik keluarga TP Rachmat pernah disebut-sebut terlibat kasus pembakaran hutan. Masalah hukum tak ada lagi kejelasannya, Gandi malah didapuk jadi duta besar luar biasa dan berkuasa penuh (LBBP) RI untuk Korea Selatan. Hebat kan?" sindir Uchok.

Dalam kesempatan yang sama, analis politik yang juga aktivis `98, Ray Rangkuti lebih menyoroti laporan yang dilayangkan sukarelawan Jokowi Mania (JoMan) terhadap Akademisi Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun ke Polda Metro Jaya atas dugaan fitnah kepada dua putra Presiden RI Joko Widodo, yakni Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep.

Ray menilai hal itu hanya sebagai bentuk pengalihan perhatian publik terhadap aduan Ubedilah di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tentang dugaan KKN relasi bisnis dua anak Presiden RI dengan grup bisnis yang diduga terlibat pembakaran hutan.

"Jadi, upaya laporan itu (milik JoMan, red) bagian dari mengajak perhatian publik lari dari substansi laporan (Ubedilah Badrun di KPK, red)," kata Ray.

Ray menilai laporan JoMan sudah menjadi kelaziman pada era kekinian. Terlebih lagi, tidak ada data yang bisa membantah laporan Ubedilah tentang dugaan KKN relasi bisnis anak Presiden RI dengan grup bisnis.

"Itu menjauhkan substansi dari persoalan," ungkap Ray.

Semestinya, kata dia, laporan Ubedilah lebih dahulu dibuktikan hingga pengadilan. Setelah itu, laporan kepada dosen UNJ itu bisa dilayangkan jika tidak terbukti di meja hijau.

"Kalau ini dilaporkan lebih dahulu, laporan pencemaran nama baik duluan yang diusut, itu yang saya bilang kelucuan dari proses hukum," tutur dia.

Sementara itu, aktivis `98 lainnya Niko Adrian menyebut seharusnya semua pihak bisa menghormati proses hukum laporan yang dilayangkan Ubedilah.

"Biarlah KPK yang menerima laporan, memeriksa dahulu pokok perkara daripada apa yang dilaporkan oleh saudara Ubedilah," ujar dia.

Menurut Niko, aktivis 98 yang tergabung dalam Forum Tebet akan mendukung Ubedilah memperjuangkan upaya hukum di KPK.

"Saya pikir kami akan terus menjalin silahturahmi dan konsolidasi untuk mendukung secara morel dan hal-hal yang bisa dilakukan dalam koridor hukum," pungkasnya.

KEYWORD :

KPK korupsi Forum Tebet aktivis 98 Gibran Rakabuming Kaesang Pangarep




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :