Jum'at, 19/04/2024 15:35 WIB

Ketua DPRD DKI Prasetyo Dicecar KPK Soal Penganggaran Pengadaan Tanah Munjul

Prasetyo menyebut PMD yang diberikan oleh Pemprov DKI untuk Sarana Jaya dalam pengadaan tanah Munjul sudah melalui pembahasan.

Ketua DPRD DKI, Prasetyo Edi saat tiba di Gedung Merah Putih KPK.

Jakarta, Jurnas.com - Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi mengaku dicecar penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengenai mekanisme penganggaran dalam pengadaan tanah di Munjul, Jakarta Timur yang kini berujung rasuah.

Anggaran tanah di Munjul itu merupakan penyertaan modal daerah (PMD) untuk perusahaan umum daerah (Perumda) Pembangunan Sarana Jaya selaku BUMD yang bersumber dari APBD serta dibahas dan ditetapkan oleh Pemprov dan DPRD DKI Jakarta.

"Ditanya soal mekanisme aja mengenai penganggaran," kata Prasetyo Edi usai diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Selasa (21/9).

Prasetyo menyebut PMD yang diberikan oleh Pemprov DKI untuk Sarana Jaya dalam pengadaan tanah Munjul sudah melalui pembahasan. Meski begitu, ia tidak menyampaikan jumlah anggaran yang dicairkan.

"Semua dibahas di dalam Komisi. Dan didalam komisi apakah itu diperuntukan untuk ini. Namanya dia minta selama itu dipergunakan dengan baik tidak ada masalah," kata dia.

Menurutnya, Pemprov DKI Jakarta yang dipimpin Gubernur Anies Baswedan dan Perumda Sarana Jaya bertanggung jawab atas pelaksanaan anggaran untuk pengadaan tanah yang ditaksir merugikan keuangan negara hingga Rp 152,5 miliar. Badan Anggaran (Banggar) hanya sebatas mengesahkan.

"Pembahasan-pembahasan itu langsung sampai ke Banggar (Badan Anggaran) besar. Di Banggar besar kita mengetok palu. Nah gelondongan (penggunaan dana) itu saya serahkan kepada eksekutif. Nah itu eksekutif yang tanggung jawab," kata dia

Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri menyebut pihaknya menemukan dua dokumen anggaran untuk Sarana Jaya. Total angka yang tertera dalam dua dokumen itu berjumlah Rp 2,6 triliun, yakni SK Nomor 405 sebesar Rp 1,8 triliun dan SK 1684 senilai Rp800 miliar. 

Di mana, anggaran itu salah satunya digunakan untuk mengadakan tanah di Munjul yang diduga untuk program Rumah DP 0 rupiah. Program itu adalah salah satu inisiatif Gubernur Anies Baswedan saat memulai masa kepemimpinannya.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan lima orang tersangka, yaitu eks Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles (YRC), Wakil Direktur PT Adonara Propertindo Anja Runtuwene (AR), Direktur PT Adonara Propertindo Tommy Adrian (TA), Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur Rudy Hartono Iskandar serta satu tersangka korporasi PT Adonara Propertindo.

Kasus korupsi ini pun bermula saat adanya kesepakatan penandatanganan Pengikatan Akta Perjanjian Jual Beli di hadapan notaris yang berlangsung di Kantor Perumda Sarana Jaya. Kesepakatan dilakukan oleh Yorry dan Anja Runtunewe pada 8 April 2019 lalu.

Pada saat itu juga dilakukan pembayaran sebesar 50 persen atau sekitar sejumlah Rp 108,9 miliar ke rekening Bank DKI milik Anja Runtunewe. Selang beberapa waktu kemudian, atas perintah Yoory dilakukan pembayaran oleh Perumda Sarana Jaya kepada Anja Runtunewe sejumlah Rp 43,5 miliar.

Dalam pelaksanaan pengadaan tanah ini, diduga dilakukan secara melawan hukum. Sebab tidak adanya kajian kelayakan terhadap objek tanah, tidak dilakukannya kajian appraisal dan tanpa didukung kelengkapan persyaratan sesuai dengan peraturan terkait.

Beberapa proses dan tahapan pengadaan tanah juga diduga kuat dilakukan tidak sesuai SOP serta adanya dokumen yang disusun secara backdate. Kemudian, adanya kesepakatan harga awal antara pihak Anja Runtunewe dan Sarana Jaya sebelum proses negosiasi dilakukan.

KEYWORD :

KPK pengadaan tanah DKI Jakarta DPRD Prasetyo Edi Gubernur Anies Baswedan




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :