Jum'at, 22/03/2019 22:44 WIB
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Ridwan Hisjam meminta aparat kepolisian mengusut tuntas kasus pembajakan dua truk tangki milik Pertamina.
Pengusutan tuntas dibutuhkan bukan sekadar untuk memberi efek jera, tetapi juga mengedukasi masyarakat bahwa pembajakan merupakan tindakan kriminal yang sangat berbahaya.
“Meski sudah ada yang ditetapkan menjadi tersangka, tetapi aparat harus mengejar mereka yang melarikan diri. Kasus ini harus diusut tuntas,” kata politisi Partai Golkar ini saat ditemui di Jakarta Jumat (22/3).
Ridwan menambahkan, UU tidak melarang aksi penyampaian aspirasi atau demonstrasi, seperti yang dilakukan eks awak mobil tangki (AMT). Namun demonstrasi harus tetap mengindahkan kepentingan masyarakat dan taat pada aturan.
Jessica Alba Jadi Komando Pasukan Khusus di Trigger Warning
Tinggalkan Dunia Modeling, Bella Hadid Ungkap tak Perlu Pasang Wajah Palsu
Pangeran William Beri Kabar Terbaru tentang Kesehatan Kate Middleton
“Tidak ada yang melarang aksi, tapi jangan kriminal. Membajak truk tangki yang berisi penuh biosolar dan sedang dikirim ke SPBU, bukan hanya mengganggu pasokan BBM, tetapi karena diarahkan ke Istana Negara, bisa memunculkan kepanikan publik karena media akan langsung memberitakan. Untung aparat kepolisian langsung bertindak,” kata Ridwan.
Diketahui, dua mobil tangki milik PT Pertamina dihadang dan dibajak, Senin awal pekan ini. Dua mobil tangki yang dikemudikan Muslih bin Engkon dan Cepi Khaerul berkapasitas 32 KL dan berisi penuh biosolar.
Dalam kasus ini polisi telah menetapkan lima tersangka dan memaparkan peran masing-masing, Aparat kepolisian juga masih mengejar beberapa orang yang masih melarikan diri.
Ridwan menambahkan, eks AMT semestinya merasa beruntung karena aspirasinya didengar oleh pemerintah. Bahkan Presiden Jokowi sempat menemui perwakilan pengunjuk rasa. Namun sejak awal, Sekretaris Kabinet sudah mengingatkan, dalam penyelesaian persoalan ini jangan menggunakan pendekatan hukum, tetapi mengedepankan kemanusiaan.
“Mengapa begitu, karena pemerintah paham legal standing teman-teman eks AMT lemah. Pertama, tidak punya hubungan ketenagakerjaan dengan PT Pertamina Patra Niaga. Kedua, berdasar UU, mereka masuk kategori sopir angkutan jarak jauh. Artinya, tidak masiuk dalam ketentuan waktu kerja dan waktu kerja lembur yang diatur UU 13/2003,” ujar anggota DPR RI dari Dapil Malang Raya ini.
Keyword : Komisi VII DPRPembajakan Mobil Pertamina