Tudingan Data Pangan Sudah "Amburadul" Sejak Era Presiden SBY

Senin, 10/12/2018 17:24 WIB

Jakarta – Data pangan Indonesia sudah keliru sejak 20 tahun yang lalu. Kekeliruan itu karena tidak adanya evaluasi data di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Demikian kata Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin, Luthfi Fatah, menyusul kritikan penggunaan anggaran dialamatkan kepada Kementerian Pertanian (Kementan) karena masih menggunakan data lama Badan Pusat Statistik (PBS).

"Dalam Rapat Koordinasi Terbatas mengenai penyempurnaan data pangan dengan pendekatan baru Kerangka Sampel Area (KSA) beberapa hari lalu, JK mengakui, data pangan Indonesia sudah keliru sejak 20 tahun yang lalu," terang Luthfi.

Karena itu, Luthfi menyebut, tudingan kesalahan mengenai data pangan yang dialamatkan pada Kementan era Pemerintaha Joko Wiododo sama sekali tidak beralasan dan kurang berdasar. Apalagi Kementan di bawah komando Amran baru berjalan sejak 2014 lalu.

Luthfi juga angkat bicara soal semakin tergerusnya luas lahan sawah. Menurutnya itu memang sulit dibendung dengan mencetak sawah. Namun begitu, ia mengacungi jempol ide "gila" Menteri Amran  menjadikan lahan rawa sebagai sumber pertanian.

Direktur Jenderal Sarana dan Prasarana, Kementan, Pending Dadih Permana, mengatakan saat ini masih banyak masyarakat miskin yang memiliki lahan rawa, sedangkan cetak sawah baru tidak mudah dilakukan.

"Sementara cetak sawah itu daerahnya harus clean and clear, tetapi Area Penggunaan Lain (APL) semakin terbatas," kata Pending di Jakarta.

Optimasi lahan rawa yang dimulai tahun 2016 dengan luas 3.999 hektare, tumbuh melambat pada 2017 yang capaiannya 3.529 hektare. Namun tahun ini perkembangannya justru melesat menjadi 16.400 hektare. Alhasil, secara keseluruhan capaian sudah sebanyak 23.928 hektare.

Menurutnya, lahan rawa Indonesia merupakan lahan pertanian produktif yang luas dengan potensi produktivitasnya yang bisa mencapai 7,4 ton per hektare, jauh lebih tinggi dibandingkan produktivitas varietas lokal yang hanya 2,5 sampai 3 ton per hektare.

Hal lain yang perlu diacungi jempol di era pemerintah Menteri Amran adalah penggunaan anggaran yang terbilang berih. Sejak tiga tahun lalu pria kelahiran Bone, Sulawesi Selatan itu  sudah menjalin komunikasi dengan KPK.

Analis Komunikasi Politik Universitas Paramadina Hendri Satrio menyebut, pemeriksaan anggaranpemerintah juga seharusnya bisa dilakukan pada Kementerian dan Lembaga lain.

"KPK harus diundang ke dalam pemerintahan. Bagus," katanya.

Kementan juga mendapat predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) selma dua tahun berturut-turut (2016-2017) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai lembaga yang menggunakan anggaran clear.

TERKINI
Taylor Swift Sedih Tinggalkan Pacar dan Teman-temannya untuk Eras Tour di Eropa Album Beyonce Cowboy Carter Disebut Layak Jadi Album Terbaik Grammy 2025 Ryan Gosling Bikin Aksi Kejutan ala Stuntman The Fall Guy di Universal Studios Dwayne Johnson Senang Jadi Maui Lagi di Moana 2