Jum'at, 07/09/2018 11:36 WIB
Ketika Mereka Memilih Diam
Banyak ibu di Indonesia mengalami depresi paska-melahirkan, namun tak banyak kasus ibu dengan depresi menyeruak ke permukaan, layaknya gunung es.
Aurelie Moeremans Sempat Alami Depresi Akut, Begini Cara Ia Mengatasinya
Instagram Digugat, Diduga Sebabkan Depresi, Kecemasan, dan Insomnia pada Anak
Langkah Sederhana untuk Atasi Mood dan Depresi
Tak urung mereka langsung drop ketika dianggap tidak kompeten dan dibilang tidak siap menjadi ibu. Dari yang awalnya ingin pulih akhirnya
mengubah mereka dengan cara lain. Tak sedikit pula yang semakin menutup diri.
“Perlu diketahui, kita tidak bisa diagnosa berdasarkan gejala harus bawa ke ahlinya, ada prosedur untuk mendiagnosa ibu yang berpotensi miliki depresi,” ucap perempuan asal Jawa Tengah ini.
Biasanya, depresi terjadi karena sudah ada sesuatu yang ditahan bertahun-tahun tidak tahu harus melakukan apa, sudah gelap, satu-satunya cara dengan mengakhiri hidupnya. Pengidap depresi sudah merasa lelah dan tidak tahu lagi harus bagaimana.Selain itu, orang yang pernah kena pelecehan seksual akan bisa berisiko juga. Sementara itu, tentang dukungan keluarga, suami, faktor risiko faktor sejarah keluarga, ibu dengan bayi apakah pernah keguguran, itu ada potensi juga.
Lebih dari Sekadar Edukasi Menyoal cara apa yang perlu dilakukan agar persoalan baby blues dan PPD tak lagi serupa gunung es, Lia mengatakan jika masalah kesehatan psikis ialah masalah yang tidak terlihat secara kasat mata. Perlu screening atau penyaringan dengan beberapa tools untuk bisa menganalisa kecenderungan mereka yang berisiko terkena.Lia mengatakan perlu sebuah tools yang bisa dijalankan secara lintas sektoral kususnya yang menangani masalah kesehatan. Lia pun mencontohkan beberapa Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) yang mulai mencoba menerapkan tools itu, yaitu di Yogyakarta.Mereka mulai dari screening melalui catatan rekam medis yang ada dalam buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Hal itu, lanjut Lia akan sangat efektif jika yang memegang tools juga sudah mendapatkan training yang mumpuni, tak sekadar memberi informasi.
Belum lagi jika bicara satu persatu penyebab kasus baby blues dan (PPD, apa saja yang perlu dibenahi. Beberapa ahli sudah mulai melakukan studi, apakah pola gizi, olahraga, dan pola asuh bisa berpengaruh secara signifikan bagi pencegahan atau pemulihan. Jadi memang yang perlu dilakukan adalah secara keseluruhan, semua aspek harus dibenahi.Menanggapi perihal depresi yang dialami perempuan pasca-melahirkan, Direktur Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan Dr. Fidiansjah mengatakan masalah depresi pasca-melahirkan adalah bagian dari proses kehamilan dan persalinan sehingga perhatian pemerintah sangat concern melalui program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).“Sampai saat ini kegiatan yang berhubungan dengan itu berada di Direktorat Kesehatan Keluarga. Programnya ditujukan untuk meningkatkan tiga indiktor yang kualitas kesehatan ibu hamil, melahirkan dan menyusui sehingga dapat menurunkan angka kematian ibu dan anak,” ujar Fidiansjah.Pelayanan KIA dengan konsep 10 T dan pelayanan antenatal terpadu dimana didalamnya ada temu wicara atau konseling, hal ini akan mempermudah menangkap permasalahan kesehatan jiwa pada ibu hamil dan menyusui.Pelayanan antenatal terpadu adalah program yang mengintegrasikan berbagai program pelayanan kesehatan kepada ibu hamil dan melahirkan yaitu program Gizi, TBC, HIV-AIDS, Immunisasi, Malaria, Kesehatan Jiwa dan penyakit tidak menular sehingga semua permasalahan kesehatan baik perseorangan maupun kesehatan masyatakat yang dihadapi ibu bumil, ibu melahirkan, dan ibuFidiansjah meyakini baby blues dan pos partum depression tentunya akan berpengaruh terhadap tiga indikator ibu dan anak tersebut disamping dapat meningkatkan kualitas tumbuh kembang anak balita semua indikator tersebut merupakan indikator utama yg berada di Direktorat Kesehatan Keluarga (Ditkesga) sehingga peran dan kepentinganya akan lebih besar di Ditkesga.
Fidiansjah menegaskan tiga hal untuk mencegahnya: Pertama memberi layanan antenatal careminimal empat kali selama hamil, Kedua membuat kelas ibu hamil dan MITO, dan Ketiga tersedianya layanan deteksi dini masalah keswa dan konseling bagi bumil dan pasca-melahirkan yang dilaksanakan bidan di poskes, polindes, dan PKM.Ia juga mendukung inisiatif untuk memasukkan screening atau penyaringan dini untuk ibu hamil dalam buku pelayanan KIA, seperti yang telah dilakukan oleh fasilitas kesehatan di Yogyakarta. “Kami sangat setuju karena indikator keberhasilan pelayanan KIA termasuk kesehatan psikologis ibu tertuang dalam buku tersebut,” ujarnya.Lalu apakah bisa masalah baby blues dan PPD menjadi isu bersama, paling tidak menjadi program nasional yang ditangani secara serius?, Anggota DPR RI Komisi XI Dede Yusuf mengaku baru mendengar ada gangguan kesehatan psikologis yang menyerang ibu usai melahirkan. Sebab, selama ini setiap isu yang dibicarakan sampai akhirnya menjadi kebijakan publik melalui beberapa jalan.“Bicara soal kesehatan manusia, kompleks seklai tak hanya fisik, pskis pun juga jadi bagian, termasuk dengan penyakit langka. Tapi kan tidak setiap hal bisa diceritakan di rapat komisi. Soal kebijakan kita bicara pada masyarakat yang lebih luas dan menjadi keresahan publik sebelumnya jadi masif diusahakan penanganannya, seperti vaksin misalnya yang melibatkan banyak pihak,” terang Dede.“Jadi selama belum menjadi gerakan masif ya masih jadi wewenang pemerintah. Sejauh ini saya belum mendengar kasus BBS atau PPD masuk ke meja komisi,” lanjutnya.Ia menyarankan agar jika suah ada gerakan atau organisasi yang fokus menangani hal itu maka silakan ajukan, kumpulkan data-datanya, berapa jumlah perempuan yang mengalami, kami bisa siap-siap. Setelah itu keputusan baru bisa diambil apakah perlu kebijakan khusus yang bisa dibagikan ke publik atau cukup wewenang pemerintah yang menangani. (*)Sekilas Mother Hope Indonesia
Mother Hope Indonesia merupakan organisasi non profit yang dibentuk untuk memberikan dukungan sosial kepada para ibu dan keluarga yang mengalami masalah dengan kesehatan jiwanya pada masa hamil, bersalin, nifas dan menyusui seperti baby blues syndrome, depresi saat hamil dan paska-melahirkan, psikosis pasca melahirkan dan sebagainya.Komunitas MotherHope Indonesia yang tadinya bernama Peduli Kesehatan Jiwa Ibu Perinatal Indoneisa ini, didirikan pada tanggal 1 Februari 2015 oleh Nur Yana Yirah. Yana adalah ibu yang pernah mengalami depresi paska melahirkan (postpartum depression) dengan semangatnya ingin membantu ibu lain yang menderita karena depresi pasca melahirkan dan sebagainya.Kini, MHI bergabung dengan 3 komunitas kesehatan jiwa lainnya yaitu KPSI (Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia), BCI (Bipolar Crea Indonesia) dan Into The Light atas bimbingan dari KEMENKES bagian Kesehatan Jiwa RI, dan membentuk AKJI (Aliansi Kesehatan Jiwa). Sebuah pencapaian bagi MHI pada bulan Juli 2018 lalu mendapatkan Sertifikat Presented by Pospartum Support International 2018 di Houston, Texas.Keyword : Depresi Baby Blues