Komplotan Bersenjata Bunuh Imam Katolik di Filipina

Kamis, 14/06/2018 12:30 WIB

Filipina - Pembunuhan tiga imam Katolik sejak Desember menimbulkan kekhawatiran di Filipina. Pihak gereja maupun para pemimpin politik mengutuk keras budaya kekebalan hukum di negara itu.

"Kami harus waspada," kata juru bicara Konferensi Waligereja Filipina (CBCP), Jerome Secillano, saat wawancara dengan Al Jazeera pada Rabu kemarin.

"Membunuh adalah bentuk kekerasan. Kami tidak ingin kekerasan merembes di masyarakat kami. Kami menginginkan masyarakat bebas kekerasan. Kami ingin warga kami bebas berkeliaran, dengan rasa aman dan keamanan," sambungnya.

Richmond Nilo adalah anggota terbaru dari pendeta Katolik yang dibunuh oleh orang-orang bersenjata tak dikenal pada Minggu, saat sedang mempersiapkan kebaktian di provinsi utara Nueva Ecija.

Meskipun belum memahami pola pembunuhan imam Katolik yang menjadi sasaran, Secillano mengatakan bahwa "budaya impunitas" yang terus berlanjut membuka jalan bagi pembunuhan Nilo dan para imam lainnya.

"Pihak gereja  telah merangkul para pengusah untuk menghentikan pembunuhan. Pembunuhan seharusnya tidak memiliki tempat di masyarakat kita, bahkan jika yang dibunuh dianggap oleh pemerintah sebagai bajingan di masyarakat kita," katanya.

Para pemimpin Katolik di distrik tempat Nilo menjadi imam juga mengeluarkan pernyataan yang tegas terhadap administrasi Presiden Rodrigo Duterte, menyusul ribuan orang tewas.

"Apakah kamu masih mengatakan ini adalah pemerintahan terbaik yang pernah kita miliki? Mereka membunuh kawanan kita. Mereka membunuh kita, para gembala. Mereka membunuh iman kita. Mereka mengutuk Gereja kita," menurut surat yang ditandatangani oleh Uskup Agung Socrates Villegas dan pemimpin gereja senior lainnya.

Villegas juga mendesak Duterte untuk menghentikan penganiayaan verbal terhadap Gereja Katolik, sebab serangan semacam itu tanpa disadari dapat memberanikan lebih banyak kejahatan terhadap keyakinan mereka.

Pada Desember 2017, seorang imam berumur 72 tahun ditembak di Nueva Ecija, hanya beberapa jam setelah memfasilitasi pembebasan tahanan politik. Pada April, seorang imam berusia 37 tahun, yang mengadvokasi etnis minoritas dan menentang penambangan, tewas di provinsi utara Cagayan.

Seorang imam keempat, yang telah melayani sebagai kapelan untuk polisi Filipina, selamat dari upaya pembunuhan di luar ibukota Manila awal bulan ini.

PadaRabu, Senator oposisi Risa Hontiveros mengajukan resolusi yang menyerukan penyelidikan atas pembunuhan itu, untuk membawa akuntabilitas dan keadilan kepada para penyerang dan menghentikan pembunuhan, tidak hanya dari anggota klerus Katolik tetapi juga warga sipil. (Al Jazeera)

TERKINI
Terinspirasi Lagu Taylor Swift di TTPD, Charlie Puth Segera Rilis Single `Hero` Tak Mau Punya Anak, Sofia Vergara Lebih Siap Jadi Nenek Raih Nominasi Aktor Terbaik di La La Land, Ryan Gosling Akui Sebuah Penyesalan Gigi Hadid Beri Bocoran Double Date dengan Taylor Swift dan Travis Kelce