Redupnya Sepak Bola Perempuan di Negeri Samba

Kamis, 08/03/2018 13:17 WIB

Jakarta – Brasil sudah sejak dulu dikenal sebagai negara paling subur menghasilkan pesepakbola handal. Lihat saja Ronaldo, Ronaldinho, Kaka, Coutinho, dan Neymar. Nama terakhir kini menjadi pemain paling mahal sedunia, setelah dibeli oleh Paris Saint-Germain (PSG) pada 2017 lalu.

Kendati sepak bola sudah menjadi ikon, rupanya Negeri Samba belum ramah terhadap pesepakbola perempuan. Perempuan di Brasil masih kesulitan mengembangkan hobinya bermain bola, alih-alih menjadi seterkenal legenda Brasil, Pele.

Seperti yang dialami oleh Marta. Marta merupakan pencetak gol terbanyak di Piala Dunia Perempuan. Dia juga menjadi perempuan satu-satunya yang dinobatkan sebagai pemain terbaik dunia hingga lima kali.

“Keluarga saya awalnya tidak setuju. Mereka tidak menerima keputusan saya untuk bermain bola. Perempuan tidak boleh bermain sepak bola,” kata salah satu pesepakbola perempuan Brasil, Marta.

Marta lahir pada 1986, tujuh tahun setelah larangan perempuan bermain sepak bola diberlakukan di Brasil. Alasannya, sepak bola dianggap tidak sesuai dengan fitrah perempuan.

Pada 1979, larangan itu dicabut. Namun tetap saja, masih ada pandangan sangsi terhadap perempuan yang bermain bola. Ucapan demikian bahkan lahir dari mulut Pele, sang legenda.

“Sepakbola bisa saja menjadi hobi, tapi bukan olahraga yang tepat bagi perempuan,” ujar Pele kala itu dilansir dari BBC.

Hal senada juga dialami oleh Laura Pigatin (14). Perempuan muda itu sudah sejak lama bercita-cita sebagai pesepakbola profesional. Tapi ada daya, tanah kelahirannya, Sao Carlos tak memiliki tim sepak bola perempuan. Walhasil, Laura bergabung dengan tim laki-laki.

Dua tahun lalu, tim Laura lolos ke kejuaraan negara bagian Sao Paulo. Sayang, keberadaan Laura ditolak oleh pejabat setempat, dengan alasan kompetisi itu hanya untuk pesepakbola laki-laki.

Beruntung, berkat petisi dan kampanye yang dilakukan kedua orang tuanya, Laura akhirnya diizinkan bermain.

“Saya sedih karena hanya bisa membantu tim di fase pertama. Sedangkan di fase kedua tidak bisa. Padahal itu lebih penting,” tutur Laura.

Liga sepak bola khusus perempuan di Brasil baru diluncurkan pada 2013 silam, dengan kondisi keuangan serba terbatas. Tempat latihan tak layak. Tak ada pelatih khusus.

Dengan kondisi ini, pada akhirnya banyak pesepakbola perempuan Brasil pindah ke luar negeri, untuk menjajal klub-klub terbaik. Seperti halnya Marta, dia pindah ke Swedia pada usia ke-18, dan hingga kini memiliki kewarganegaraan ganda.

TERKINI
Gelora Cap PKS sebagai Pengadu Domba: Tolak Gabung Koalisi Prabowo-Gibran Taylor Swift Sedih Tinggalkan Pacar dan Teman-temannya untuk Eras Tour di Eropa Komisi I DPR: Pemerintah Perlu Dialog Multilateral Redam Konflik di Timur Tengah Album Beyonce Cowboy Carter Disebut Layak Jadi Album Terbaik Grammy 2025