Selasa, 24/01/2017 16:49 WIB
Jakarta - Direktur Imparsial, al Araf menilai bahwa upaya pemerintah melakukan revisi Rancangan Undang-undang (RUU) No.15 tahun 2013 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme secara tertutup menyalahi peraturan perundang-undangan. Rapat Panja RUU yang dilakukan secara tertutup itu tidak diketahui proses pembahasannya, dan karenanya partisipasi publik menjadi sangat terbatas untuk terlibat dalam pengawasan.
"Upaya pemerintah tersebut pun dinilai mencederai suara masyarakat," demikian jelas al Araf dalam konferensi pers bersama Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan pada Selasa (24/01) di Tebet, Jakarta Selatan.
Menurut al Araf, dengan mengutip Pasal 5 huruf g UU No.12 Tahun 2011 tentang pembentukan UU dijelaskan bahwa "dalam pembentukan peraturan perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas pembentukan peraturan yang baik yang meliputi "keterbukaan", maka koalisi masyarakat sipil mendesak DPR untuk transparan dalam pembahasan RUU Perubahan atas Undang-undang Tindak Pidana Terorisme.
Pada setiap perubahan perundang-undangan, jelas al Araf, harus dilakukan transparan dan terbuka. Meskipun dalam aturan DPR revisi UU dapat dilakukan secara tertutup, namun itu hanya pada hal yang berkaitan dengan rahasia negara, keuangan dan rahasia lainnya. Sementara UU yang berkaitan dengan terorisme harus dilakukan secara terbuka dan transparan.
Koalisi Masyarakat Sipil Ajukan Uji Materi Pasal 3 UU Sisdiknas
Koalisi Masyarakat Sipil: Putusan MK tentang Usia Capres-Cawapres Jadi Basis Nepotisme dan Dinasti
Koalisi Masyarakat Sipil: Kematian Brigadir J Pintu Masuk Reformasi Kepolisian
Sejak tanggal 10 Januari 2017 lalu, DPR telah memulai pembahasan RUU Terorisme tersebut. Hingga pada pembahasan kedua pada tanggal 13 Januari lalu, pembahasan tersebut dilakukan secara tertutup. Bahkan, menurut Sekretariat DPR, pembahasan RUU Terorisme itu akan dilakukan secara tertutup hingga akhir.[]