Jum'at, 19/04/2024 12:23 WIB

KPK Didesak Tuntaskan Korupsi STNK, BPKB dan TNBK

Proyek PNKB senilai Rp 500 miliar dan STNK-BPKB dengan nilai Rp 300 miliar diduga sarat unsur korupsi

Ilustrasi Korupsi (Istimewa)

Jakarta - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak menuntaskan kasus dugaan pengadaan simulator kemudi uji klinik Roda Dua (R2) dan Roda Empat (R4) di Korps Lalu Lintas Polri (Korlantas). Pasalnya, sejumlah dugaan rasuah dari pengembangan kasus itu masih menggantung.

Desakan itu disampaikan Mantan Penasehat KPK, Abdullah Hehamahua. Sementara dugaan rasuah yang dimaksud terkait pengadaan blanko Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Bukti Kepemilikan Kendaraan Bermotor (BPKP) serta Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNBK) alias Pelat Nomor.

"Semua masalah yang terkait dengan kasus yang ditangani penegak hukum, termasuk KPK harus dituntaskan. Sebab, tujuan hukum adalah: adanya kepastian hukum, tegaknya keadilan, dan manfaat yang diperoleh masyarakat. Dengan demikian, KPK harus menuntaskan semua kasus yg pernah ada, kecuali secara resmi telah dinyatakan ditutup pada tahap penyelidikan. Namun, jika dalam perkembangan, muncul data atau informasi baru yang signifikan, tentu kasus tersebut dapat dibuka kembali," tegas Abdullah Hehamahua.

Dalam kasus dugaan pengadaan simulator, KPK sebelumnya telah menjerat dan menjebloskan sejumlah pihak ke jeruji besi. Salah satunya saat itu yakni jendral aktif, Inspektur Jenderal Djoko Susilo selaku Kakorlantas Mabes Polri.

Karena itu, tegas Abdullah, pimpinan KPK Jilid IV yang dikomandoi oleh Agus Rahardjo Cs harus menuntaskan kasus yang masih menggantung tersebut. Abdullah menegaskan, penuntasan kasus itu tidak ada kaitannya dengan pimpinan KPK, deputi penindakan, dan direktur penyidikan yang berasal dari kepolisian.

"Hal ini tidak ada kaitan dgn komisioner, deputy penindakan, dan direktur penyidikan yg berasal dari kepolisian. Sebab, KPK didisain by sistem, bukan by figure," tegas Abdullah.

Seperti diketahui salah satu pimpinan KPK Jilid IV berasal dari institusi kepolisian. Komisioner itu yakni, Basaria Panjaitan. Abdullah memprediksi akan terjadi opini negatif jika kasus itu tak diproses.

"Jadi kalau mereka tidak memprosesnya, maka hal itu akan melahirkan opini dalam masyarakat bahwa mereka adalah agen BG yang sengaja disusupkan ke KPK untuk menghancurkan KPK dari dalam," tandas Abdullah.

Selain proyek pengadaan simulator surat izin mengemudi senilai Rp 196 miliar, diduga ada dua proyek lain di Korlantas Polri pada 2011, yakni proyek PNKB senilai Rp 500 miliar dan STNK-BPKB dengan nilai Rp 300 miliar. Ketiga proyek ini diduga sarat unsur korupsi.

Saat bersaksi dalam persidangan kasus dugaan korupsi proyek simulator SIM dengan terdakwa Djoko Susilo, mantan Bendahara Korps Lalu Lintas Kepolisian Negara RI Komisaris Legimo mengaku pernah diperintah atasannya, Djoko Susilo untuk mengambil uang miliaran rupiah dari PT Pura Group yang berkantor di Kudus, Jawa Tengah. Uang itu berkaitan dengan proyek pengadaan blangko STNK dan BPKB di Korlantas Polri. Tahun 2008 dan 2009, PT Pura Group pernah bekerja sama dengan rekanan Polri mengadakan blangko STNK dan BPKB serta material untuk SIM.

"Saya pernah menuju PT Pura di Kudus, ada perintah untuk mengambil uang dari PT Pura," ucap Legimo saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (31/5/2013).

Menurut Legimo, pemberian uang dari PT Pura tersebut bukan hanya satu kali. "Ada yang nilainya 3 (Rp 3 miliar), ada 3,5 (Rp 3,5 miliar)," ujar dia.

Untuk mengambil uang dari PT Pura di Kudus, Legimo saat itu berangkat berdua dengan anggota stafnya. Dari Jakarta ke Semarang, Jawa Tengah, ia naik pesawat yang biayanya ditanggung PT Pura.

"Dari Semarang, sudah dijemput PT Pura untuk menuju Kudus," ujar Legimo.

Setibanya di kantor PT Pura, Legimo kemudian mengambil uang yang ditempatkan dalam 7 hingga 10 dus kecil. Legimo kemudian kembali ke Jakarta melalui perjalanan darat dengan diantar pihak PT Pura.

"Kita simpan dulu (uangnya) karena sampainya subuh," ujar dia.

Kemudian, diakui Legimo, uang itu diserahkanya kepada Djoko Susilo. Semula Legimo mengaku tidak tahu terkait apa uang ini diberikan. Namun, saat dikonfirmasi tim jaksa penuntut umum mengenai keterangannya dalam berita acara pemeriksaan (BAP), ia mengakui kalau penyerahan uang itu berkaitan dengan pengadaan material STNK dan BPKB.

Adalah Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (PT CMMA), Budi Susanto yang mengkordinasikan penyerahan uang itu. Selain itu, ada sejumlah perusahaan yang ikut menyumbangkan uang untuk Djoko, di antaranya, PT Jasindo dan PT Sumber Cakung. Pemberian uang itu, diakui Legimo, dilakukan secara rutin, selama empat kali dalam setahun dimulai pada 2009.

"Itu adalah yang dikoordinasi Budi Susanto. Jadi, untuk penerimaan dan pengiriman dana kepada saya, hasil koordinasi perusahaan-perusahaan tersebut," tutur dia.

KEYWORD :

KPK Korupsi Abdullah Hehamahua Proyek STNK dan BPKB




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :