Jum'at, 26/04/2024 10:00 WIB

Pembunuhan Ilmuan Nuklir Iran Lemahkan Diplomatik Biden

Iran menuduh musuh bebuyutan Israel berusaha menabur kekacauan dengan membunuh Mohsen Fakhrizadeh yang berusia 59 tahun dan secara tegas menyiratkan bahwa negara Yahudi itu bertindak dengan restu AS.

Ilmuwan nuklir Iran Mohsen Fakhrizadeh tewas setelah pembunuh bersenjata menembaki mobilnya pada 27 November 2020 [tparsi / Twitter]

Washington, Jurnas.com - Sejumlah analis mengatakan, pembunuhan seorang ilmuwan nuklir terkemuka Iran berisiko tidak hanya mempertajam ketegangan di seluruh kawasan tetapi juga sangat memperumit rencana Presiden terpilih Amerika Serikat Joe Biden untuk melanjutkan dialog dengan Teheran.

Iran menuduh musuh bebuyutan Israel berusaha menabur kekacauan dengan membunuh Mohsen Fakhrizadeh yang berusia 59 tahun dan secara tegas menyiratkan bahwa negara Yahudi itu bertindak dengan restu AS.

Washington belum secara resmi mengomentari operasi tersebut, di mana sejumlah orang bersenjata menyerang mobil Fakhrizadeh di jalan di luar Teheran, menurut kementerian pertahanan Iran.

Tetapi Presiden Donald Trump telah me-retweet komentar orang lain tentang insiden itu, termasuk setidaknya satu yang mengatakan bahwa ilmuwan itu telah dicari selama bertahun-tahun oleh Mossad, badan intelijen Israel.

Beberapa analis Amerika mengatakan,  pembunuhan Fakhrizadeh adalah tindakan berbahaya yang melemahkan niat Biden untuk menawarkan Iran jalan yang kredibel kembali ke diplomasi untuk bergabung kembali dalam pakta nuklir.

Mantan kepala CIA John Brennan berkicau pada Jumat bahwa pembunuhan ilmuwan itu adalah tindakan kriminal dan sangat sembrono. Ia menyebut tindakan tersebut berisiko memicu pembalasan mematikan dan babak baru konflik regional.

Brennan, yang memimpin badan intelijen AS dari 2013-2017, ketika Barack Obama menjadi presiden dan Biden menjadi wakil presiden, mendesak Iran menunggu kembalinya kepemimpinan AS yang bertanggung jawab di panggung global dan menahan dorongan menanggapi pelaku yang dianggap bersalah.

AS mengerahkan kapal induk AS Nimitz dengan kapal yang menyertainya ke Teluk pada Rabu (25/11), tak lama sebelum pembunuhan itu, tetapi seorang juru bicara Angkatan Laut AS mengatakan penempatan itu tidak terkait dengan ancaman khusus.

"Kami menyerukan kepada semua pihak untuk menghindari mengambil tindakan apa pun yang dapat mengarah pada eskalasi baru situasi yang sama sekali tidak kami perlukan saat ini," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Jerman kepada AFP pada Sabtu (28/11).

"Beberapa minggu sebelum pemerintahan baru menjabat di AS, dialog yang ada dengan Iran harus dipertahankan untuk menyelesaikan melalui negosiasi konflik mengenai program nuklir Iran," sambungnya.

Seorang spesialis pertahanan di Universitas George Washington, Ben Friedman mengatakan pembunuhan itu merupakan tindakan sabotase terhadap diplomasi dan kepentingan AS dan kemungkinan akan membantu kelompok garis keras Iran yang menginginkan senjata nuklir.

"Ini adalah tindakan keterlaluan yang bertujuan merusak diplomasi antara pemerintahan AS yang akan datang dan Iran," kata Ben Rhodes, mantan penasihat Obama. "Sudah waktunya untuk eskalasi tanpa henti ini berhenti."

Beberapa analis, bagaimanapun, melihat pembunuhan di Iran sebagai memberikan pengaruh bagi pemerintahan AS yang akan datang yang dapat berguna dalam kemungkinan negosiasi dengan Teheran.

"Masih hampir dua bulan sebelum Joe Biden menjabat," kata Mark Dubowitz, direktur Yayasan Pertahanan Demokrasi (FDD). "Banyak waktu bagi AS dan Israel untuk menimbulkan kerusakan parah pada rezim di Iran - dan membangun pengaruh bagi pemerintahan Biden." (AFP)

KEYWORD :

Mohsen Fakhrizadeh Ilmuwan Nuklir Israel Diplomasi Joe Biden Amerika Serikat




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :