Sabtu, 27/04/2024 00:54 WIB

Kini Sampah Bisa Jadi Sumber Pendapatan yang Menjanjikan

Ilustrasi sampah plastik (foto: google)

Jakarta, Jurnas.com - Selama ini banyak masyarakat yang memandang sebelah mata kehidupan para pemulung. Padahal pada kenyataannya, hasil jutaan rupiah bisa dikantongi para pemulung ini seperti halnya para pekerja kantoran. Penghasilan mereka sangat ditopang oleh sampah-sampah dari botol plastik air minum kemasan yang harga jualnya paling tinggi dibanding jenis sampah plastik lainnya.

Hal itulah yang dirasakan seorang pelapak bernama Budi, yang sehari-harinya melapak di Kawasan Industri Pulogadung, persis di dekat Kantor Badan Pengurus Pusat (BPP) Ikatan Pemulung Indonesia (IPI).

Pria berusia 28 tahun ini mengaku bisa menampung rata-rata 300 kilogram sampah per hari dari para pemulung, yang didominasi sampah botol plastik air minum kemasan. Dari sana, dia mengaku bisa mengantongi penghasilan bersih sebesar Rp 7-8 juta per bulan.

Sebelum terjun sebagai pelapak, Budi bekerja sebagai staf yang mengurusi surat jalan di sebuah perusahaan ekspedisi di Jakarta. Pekerjaaannya ini sering membuatnya jarang pulang ke rumah dan sering bekerja hingga larut malam. Sangat berbeda dengan teman-temannya yang pekerjaannya sebagai pelapak yang terlihat lebih banyak meluangkan waktu mereka di rumah. Padahal dari segi penghasilan, teman-temannya jauh lebih besar dari gajinya.

Atas pertimbangan itu, dia pun memutuskan keluar dari pekerjaannya dan beralih profesi menjadi seorang pelapak seperti teman-temannya.

“Bahkan gaji saya saat bekerja di ekspedisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari,” tuturnya.

Namun, sejak bekerja sebagai pelapak, dari hasil yang diperolehnya, Budi bahkan bisa membantu kehidupan orangtuanya yang tinggal di Sragen, Jawa Tengah.

“Selama jadi pelapak saya bisa kirim uang ke orangtua di Sragen. Tidak cuma itu, saya juga bisa membiayai sekolah adik dan sekarang sudah bekerja. Pokoknya senang bisa membantu mengurangi beban orangtua,” katanya.

Pria yang sudah 5 tahun bekerja menjadi pelapak ini mengaku hanya bermodalkan uang sebesar Rp 2 juta saat mulai merintis pekerjaan ini. Kemudian berkembang dan kini dia sudah anak buah sebanyak 4 orang pemulung yang tinggal bersamanya hingga kni.

“Sekarang dalam sehari saya mengeluarkan uang sebesar Rp 2,5 juta untuk membeli barang dari teman-teman pemulung. Dan setiap tiga hari sekali, saya mengirim barang-barang itu, yang kebanyakan dari botol air minum kemasan ke agen,” ucapnya.

Dia mengutarakan bahwa harga sampah botol aqua lebih mahal dari yang lain dan mencarinya juga lebih gampang. Ini membuat para pemulung lebih senang untuk memungutnya.

“Kalau sampah plastik sachet itu kita kirimnya ton-tonan baru ada untung, dan jualnya juga agak susah. Kecuali pabrik daur ulangnya sudah ada di Jakarta,” tuturnya.

Menururtnya, sampah sachet plastik ini hanya bisa digunakan sebagai perekat atau campuran saja, dan tidak bisa menjadi biji plastik seperti halnya botol pastik air minum kemasan.

Itulah sebabnya dia merasa heran kenapa pemerintah membuat pelarangan terhadap penggunaan air minum kemasan botol plastik ini. Padahal seharusnya didukung, karena dari botol-botol plastik yang dikumpulkan kembali oleh para pemulung inilah banyak orang bisa bekerja.

“Baju, benang, dan lain-lain, itu kan dari jasa pemulung, sehingga bisa mendukung ribuan karyawan ysang bekerja di industri yang menggunakan bahan dasar sampah botol plastik air minum kemasan yang didaur ulang kembali. Itu semua dari jasa para pemulung,” ucapnya.

Ahli Kimia dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Ahmad Zainal Abidin dalam sebuah acara diskusi publik bertema “Potensi Ekonomi Dari Pengelolaan Sampah Plastik” yang diadakan Komunitas Plastik untuk Kebaikan di Jakarta, Selasa (19/11/2019) lalu menyampaikan bahwa nilai ekonomi yang dapat dibangkitkan dari sampah botol plastik itu totalnya bisa mencapai Rp 49 ribu per kilonya.

Selain itu, dampak ekonomi daur ulang botol PET ini bisa menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat, di mana saat ini ada sekitar 5 juta pemulung yang menggantungkan hidupnya dari sana. Belum lagi pengepul yang jumlahnya sekitar 1 juta orang, dan industri daur ulang sebanyak 1.500, dengan tenaga kerja yang terserap di bagian formal sebanyak 4 juta.

Di acara yang sama, Ketua Umum Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI) Christine mengatakan, pelaku daur ulang di Indonesia belum mendapatkan suatu dorongan dari Pemerintah. Padahal daur ulang sampah plastik memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. “Itulah kenapa di luar negeri, pelaku daur ulang itu justru dapat insentif dari pemerintahnya,” tuturnya.

Menurut dia, potensi bisnis daur ulang plastik sebenarnya terbilang cukup besar. Tahun lalu, dari konsumsi plastik sekitar 3 – 4 juta ton per tahun, bisnis daur ulang bisa mencapai 400 ribu ton per tahun. Jumlah tersebut belum memperhitungkan dari perusahaan daur ulang di luar anggota ADUPI.

KEYWORD :

Pelapak Budi Sampah Plastik Sumber Pendapatan




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :