Sabtu, 20/04/2024 21:31 WIB

Inovasi Barantam Perkecil Risiko Masuk dan Tersebarnya Hama Penyakit

Penerapan teknologi biosensor pada proses pemeriksaan karantina akan mempercepat petugas karantina mendeteksi adanya media pembawa.

Petugas karantina memperlihatkan teknologi biosensor (Foto: Supi/jurnas.com)

Jakarta, Jurnas.com - Sebagai garda terdepan dalam pencegah masuk dan tersebarnya hama penyakit hewan dan tumbuhan di Indonesia, Badan Karantina Pertanian (Barantan) Kementerian Pertanian (Kementan) memperkenalkan tiga hasil penelitian teknologi berbasis biosensor.

Ketiga pengembangan teknologi biosensor yang sedang diteliti Tim di Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian (BBUSKP) itu adalah, dua inovasi untuk deteksi penyakit hewan dan satu inovasi untuk deteksi hama tumbuhan.

Demikiam kata Kepala Pusat Kepatuhan, Kerjasama, Informasi Perkarantinaan, Sujarwanto di sela seminar "Hasil Pengembangan dan Penerapan Teknologi Biosensor sebagai Artificial Intelligence Tindakan Karantina" di Rawamangun, Senin (9/12).

"Tahun ini kami menyiapkan tiga terobosan inovasi teknologi untuk memperkecil risiko masuk dan tersebarnya hama penyakit hewan dan tumbuhan di Indonesia," kata Sujarwanto.

Sujarwanto menjelaskan, penerapan teknologi biosensor pada proses pemeriksaan karantina akan mempercepat petugas karantina mendeteksi adanya media pembawa dan jenis hama penyakit pada komoditas pertanian

Inovasi pertama yaitu penggunaan Camera Thermal Imaging (CTI) untuk mendeteksi suhu pada hewan penular rabies.

"Dengan menggunakan CTI Test ini, petugas karantina akan dapat mendeteksi suhu tubuh HPR terutama pada anjing, dengan demikian petugas akan lebih cepat mendeteksi apakah hewan tersebut sehat atau tidak," ujar Sujarwanto.

Menurut Sujarwanto, jika seekor anjing mengalami demam atau suhu tubuh tinggi, maka secara scientis dapat dinyatakan tidak sehat dan petugas karantina dapat segera memastikan kondisi anjing tersebut lebih lanjut.

"Meskipun jumlah anjing yang dilalulintaskan banyak, kami dapat memeriksa keseluruhan bukan hanya sampel saja," tambahnya.

Inovasi kedua yaitu pengembangan biosensor daging babi hutan berbasis Lateral Flow Immunoassay Test (LFIA Test). LFIA Test ini digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya target analit (kandungan daging celeng) dalam sebuah sampel.

Petugas karantina cukup meneteskan ekstrak sampel daging pada alat LFIA Test tersebut, kemudian akan ada reaksi muncul dua garis merah yang menyatakan positif mengandung daging celeng atau muncul satu garis merah yang menyatakan hasil negatif.

"LFIA Test ini merupakan rapid test khusus daging babi hutan yang sangat menguntungkan karena prosedurnya sederhana, operasionalnya cepat, hasilnya cepat, dan harganya murah, dan tidak membutuhkan teknisi dengan kemampuan khusus," jelas Sujarwanto.

"Semoga kemudahan penggunaan Rapid test ini diharapkan dapat menurunkan angka penyelundupan daging celeng yang banyak beredar, karena harapannya nanti masyarakat dapat memanfaatkan alat ini untuk deteksi adanya campuran daging celeng atau tidak," tambahnya.

Inovasi ketiga adalah metode non destruktif untuk deteksi dini larva lalat pada buah mangga. Ada dua alat yang sedang diteliti, yaitu teknik ultrasonik dan NIR Spectroscopy.

Pada teknik ultrasonik alat akan mendeteksi kondisi fisik buah. Kondisi buah yang masih keras, lunak atau sudah berongga akan mempengaruhi karakteristik gelombang ultrasonik yang dapat menentukan buah mangga tersebut terserang lalat buah atau tidak.

Sementara NIR Spectroscopy alat akan mendeteksi kandungan kimia tertentu dari telur lalat buah yang akan terbaca dari pantulan gelombang elektromagnetik (NIR).

Gelombang elektromagnetik ini akan terlihat dalam bentuk data spektra yang akan memunculkan pola yang khas apabila buah tersebut terserang lalat buah.

Sekadar diketahui, dalam melakukan penelitian terhadap tiga inovasi teknologi biosensor tersebut, Barantan membentuk tiga tim yang bekerjasama dengan Fakultas Teknologi Pertanian IPB, BATAN, Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor, Taman Margasatwa Ragunan, RS Hewan FKH IPB, PPS Ragunan dan Ditpolsatwa Kelapa Dua Depok.

KEYWORD :

Biosensor Karantina Pertanian Sujarwanto




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :