Rabu, 24/04/2024 06:03 WIB

Sampah Plastik Takkan Jadi Masalah Jika Dikelola dengan Baik

solusi untuk mengatasi sampah plastik bukan dengan membuat kebijakan pelarangan penggunaannya

Ilustrasi sampah plastik (foto: google)

Jakarta, Jurnas.com – Guru Besar Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin, Prof. Dr. Akbar Tahir mengatakan, solusi untuk mengatasi sampah plastik bukan dengan membuat kebijakan pelarangan penggunaannya, tapi memastikan bahwa plastik harus digunakan secara bertanggung jawab dan didaur ulang dengan benar.

Menurutnya, pelarangan penggunaan plastik justru menunjukkan bahwa pemerintah kurang paham mengenai sampah plastic, sehingga hal itu harus dievaluasi dan dikaji kembali karena pada dasarnya sampah bisa diatasi dengan mudah.

“Seharusnya pemerintah membuat analisis solusi yang komprehensif dari semua jenis sampah untuk mendapatkan solusi yang menguntungkan semua pihak. Sampah sangatlah mudah diatasi bila membahasnya secara lengkap tanpa unsur kepentingan pribadi maupun kelompok,” ujar Akbar Tahir.

Karenanya, kata Tahir, tidak ada yang salah dengan plastik. Plastik adalah anugerah bagi umat manusia. “Namun, bila salah kelola memang bisa menjadi bencana,” ucapnya.

Sebagaimana amanat UU No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan regulasi-regulasi turunanannya, sangat jelas menyebutkan bahwa prasa “pengurangan” bukan larangan penggunaan produk. “Tapi solusi sampah menyiasati sisa produk yang tidak terpakai itu menjadi bermanfaat,” katanya. 

Dia melihat pengelolaan sampah di Indonesia masih sangat amburadul. Hal itu disebabkan belum ada upaya yang serius dari pemerintah untuk menangani sampah. Ditambah lagi belum adanya kesadaran masyarakat untuk mengelola sampah dengan baik. “Jadi jelas terlihat bahwa pelarangan penggunaan botol air minum dalam kemasan plastik yang akhir-akhir ini marak dilakukan, itu juga sebetulnya karena adanya ketidakpahaman soal sampah plastik,” tuturnya.

Padahal, lanjut Tahir, cara mengatasi sampah itu sangat sederhana saja, yaitu dengan peduli lingkungan. “Tapi biasa ,aturan pelarangan penggunaan plastik itu hanya pencitraan saja. Pencitraan bahwa pemerintah itu sudah memperhatikan lingkungan dengan melarang itu. Cuma ikut tren negara-negara lain saja dengan melarang ini dan melarang itu,” katanya.

Tapi kalau pemerintah mulai dari pusat sampai daerah mau bersatu padu untuk melakukan pengolahan sampah, itu sebetulnya akan sangat bagus ketimbang melakukan pelarangan itu. “Masalahnya, kan perhatian pemerintah ke situ nggak terlalu besar. Itu terlihat dari alokasi anggarannya yang diberikan ke sana yang tidak terlalu besar. Yang diutamakan sekarang kan infrastruktur. Lingkungan tidak terlalu masuk hitungan pemerintah,” ucapnya.

Pengelolaan Sampah di Sungai

Indonesia sudah dicap sebagai negara kedua terbesar di dunia penyumbang sampah plastik ke laut. Jadi Indonesia mulai ada tekanan untuk segera melakukan pengelolaan sampah khususnya plastik.Tapi bukan berarti yang disalahkan itu adalah sampah plastiknya.

“Kita mendapat tekanan besar dari negara-negara lain. Tapi coba kita lihat, mana ada di Indonesia yang memiliki pengelolaan air limbah atau Wastewater Treatment Plant  yang baik untuk sungai-sungai. Ini yang menyebabkan semua sampah-sampah itu dibawa ke laut,” kata Guru Besar Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin, Prof. Dr. Akbar Tahir M.Sc.

Karenanya, kata Tahir, yang harus dilakukan itu adalah perlu penanganan serius dari pemerintah terhadap sampah di Indonesia, termasuk penyediaan infrastruktur penanganan sampah serta penyediaan penyaring sampah di sungai-sungai. “Banyaknya ditemukan sampah-sampah plastik di laut itu juga karena msyarakat Indonesia belum sadar dalam membuang sampah khususnya sampah plastik,” ucapnya.

Tahir melihat pemerintah lagi kewalahan dalam menangani masalah sampah ini. Mereka tidak bisa melakukan pengelolaan sampah yang baik. Tempat-tempat penampungan sampah jauh, yang menyebabkan masyarakat malas membuang sampah ke sana dan akhirnya dibuang ke sungai-sungai. “Itu makanya cara yang cepat ya membuat aturan  pelarangan itu untuk mengurangi penimbunan sampah plastik,” kata Tahir.

“Tapi menurut saya ini akan susah untuk dilakukan, karena industri plastik bertumbuh kencang setiap tahun. Sementara persentase daur ulang itu masih sekitar 10 persen. Lainnya itu numpuk ke TPA, dan kalau kena hujan kena angina, masuklah ke sungai dan sampai lah ke laut. Jadi, solusi yang tepat untuk mengatasinya hanya peduli lingkungan itu,” katanya lagi.

Tahir menegaskan masalah sampah plastik ini sebetulnya tidak ada masalah asal dikelola dengan baik. Persoalannya sekarang ini adalah pengelolaannya yang tidak bagus dan rakyat juga belum sadar untuk hal itu. “Jadi perlu penyadaran kritis di masyarakat. Untuk itu harus ada anggaran lebih yang dikucurkan untuk program-program penyadaran masyarakat terhadap pengelolaan sampah plastik ini,” ujarnya.

Tapi kalau yang dilakukan adalah pelarangan, itu akan berdampak terhadap kehidupan manusia yang sekarang ini sudah nyaman dalam memakai wadah dari plastik. Selain itu, akan berdampak terhadap industry plastik yang nilai produksinya sekarang ini mencapai Rp 160 triliun. “Kalau ini terjadi, itu akan berdampak juga kepada para tenaga kerja yang bekerja di industri itu. Tidak itu saja, juga akan menyentuh kehidupan para pemulung yang akan kehilangan penghasilan mereka. Di Indonesia itu ada sekitar 4-5 juta pemulung. Kita ini kan negara masih susah bukan negara makmur,” kata Tahir. 

 

 

 

 

 

KEYWORD :

Sampah Plastik Daur Ulang




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :