Rabu, 24/04/2024 15:14 WIB

Menakar Strategi Jokowi Dalam Menyusun Kabinet

Menakar Strategi Jokowi Dalam Menyusun Kabinet

Chalid Tualeka, Ketua Departemen kajian Strategis Bidang Organisasi DPP Parti Hanura

Jakarta, Jurnas.com - Chalid Tualeka, Ketua Departemen kajian Strategis Bidang Organisasi DPP Parti Hanura membuat ulasan kritis terkait susuna menteri kabinet kerja jilid 2.

Berikut ulasannya: Jokowi telah resmi dilantik sebagai Presiden Indonesia untuk periode keduanya berpasangan dengan Maruf Amin sebagai Wakilnya. Sehari setelah ia dilantik pada 20 Oktober, tepatnya pada Hari Senin 21 Oktober 2019 ia mengundang beberapa tokoh politisi, bisnis dan profesional ke Istana untuk membahas susunan kabinet jilid keduanya.

Setidaknya ada beberapa tokoh yang hadir ke Istana, di antaranya Mahfud MD, Erik Tohir, Wishnutama, Edi Prabowo dan Prabowo Subianto.

Sudah barang tentu nama terakhir sangat menyedot animo publik, sebab Prabowo ialah personifikasi oposan utama Jokowi, dibuktikan dengan dua kali menjadi lawan politik Jokowi dalam perhelatan pemilu terakhir.

Prabowo bahkan harus mengakui keunggulan Jokowi dua kali berturut-turut. Namun inilah realitas politik. Dalam politik tidak ada yang abadi. Lawan dan kawan ialah nisbi. Bahkan salah satu adagium menyebutkan, dalam politik, yang abadi ialah perubahan itu sendiri.

Beberapa spekulasi berhamburan terkait bergabungnya Prabowo kedalam kabinet Jokowi. Apa tujuan Jokowi mengikutsertakan Prabowo kedalam bahtera kabinetnya.

Salah satu jawaban yang bisa diketengahkan ialah Jokowi ingin memastikan kepemimpinanya dapat disokong oleh mesin partai yang solid. Kerja-kerja besarnya butuh didukung oleh partai-partai besar pula.

Jika mengacu pada prosentase hasil suara partai dalam pemilu tahun ini, PDIP dan Gerindra menduduki posisi pertama dan kedua. Itu sebabnya langkah mengikutsertakan Gerindra dirasa opsi yang strategis untuk menyokong pemerintahan jilid duanya.

Alasana mengapa Jokowi menempatkan prabowo di dalam kabinetnya dan menjadi mentri pertahanan ada beberapa hal:

1. Bahwa dalam kampanye Pilres 2019 syimbol Prabowo merupakan simbol oposisi yang didalamnya berkumpul semua oposisi yang anti pada rezim Jokowi. Kelompok tersebut diisi dari anasir Partai politik (PKS, PAN, GERINDRA) maupun beberapa ormas “Ultra Kanan” (PA 212, HTI, FPI dll).

2. Jika Prabowo menjadi mentri pertahanan, secara tidak langsung Jokowi dapat “menjinakkan” mayoritas kelompok oposisi. Menetralisir kekuatan oposisi ialah dengan menjadikan personifikasi kunci oposisi menjadi mitra politik.

Sedangkan Prabowo ialah personifikasi itu sendiri
Nasdem mengambil posisi Oposisi bukan serta merta dilihat sebagai bentuk “pecah kongsi” antara Megawati dan Surya Paloh, melainkan upaya strategis Jokowi mengarahkan Surya Paloh untuk berada di luar pemerintahan agar dapat mengawal PKS sebagai oposisi.

Itupun agar ada upaya Jokowi mengontrol oposisi agar tidak mengganggu berjalannya program pembangunan nasional.

Struktur kabinet jilid 2 ini juga merupakan periode terakhir Jokowi, Ia berupaya mengurangi jumlah lawan-lawan politik dengan kompromistis dengan memasukan semua kekuatan politik yang masuk di dalam kabinet.

Dalam pembentukan kabinet Jokowi jilid 2, disinilah kepiawaian dan kehebatan Jokowi dalam mengkonsolidasikan semua kekuatan politik baik lawan politik maupun koalisi pendukungnya.

TNI/POLRI juga tidak lepas dari “bidak” Jokowi, yaitu selain anggaran mereka dinaikan, pos-pos strategis yang terkait dengan terjaminnya stabilitas politik dan keamanan diisi oleh orang-orang loyalis Jokowi (PDIP) menpolhukam, Kajagung, Polri, Pangab, Kepala BIN.

Di sini Jokowi telah belajar dari periode pertamanya, bahwa kerja besarnya butuh suasana yang kondusif.

Ia ingin menciptakan iklim politik yang tenang agar fokus dan energi bangsa bisa diarahkan kedalam pembangunan nasional, bukan pada kegaduhan nasional yang dipenuhi hal-hal remeh dan konfrontasi poltisi-politisi yang “kering” subtansi pada kritik dan gagasan.

Sebagaimana diutarakan Jokowi dalam pidato pertamanya seusai dilantik oleh MPR beberapa hari lalu, ia ingin berfokus- salah satunya- mengerek neraca perekonomian.

Program pembangunan ekonomi nasional tentu membutuhkan stabilitas politik. Dengan stabilitas politik dan keamanan suatu bangsa maka gerbang investasi dan usaha mendapatkan jaminan keamanan yang prima.

Namun di sisi lain, Jokowi dihadapkan pada PR yang tidak mudah. Selain ia ingin melakukan konsolidasi nasional dan memobilisi mesin partai sebanyak mungkin, ia juga harus mempertimbangkan psikologi kekuatan kekuatan pendukung Jokowi.

Dalam hal ini, para relawan pemenangan Jokowi-KM Maruf harus diperhatikan. Sebab jika masukan-masukan mereka tidak didengar secara baik, itu bisa menjadi bomerang dan bom waktu bagi jokowi, karena mereka akan berbalik menyerang Jokowi. Sebagaimana Joker, orang jahat ialah orang baik yang dicampakkan dan tersakiti.

KEYWORD :

Kabinet mentri kabinet kerja jilid 2




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :